REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat hukum, Suparji Ahmad, mengatakan, pemerintah harus mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memberantas mafia peradilan. Penemuan tumpukan uang hampir Rp.1 triliun dan emas 51 kg dari penggeledahan di rumah Zarof Ricar (ZR) merupakan pintu masuk untuk membongkar mafia peradilan.
“Jika mau pemerintah bisa mendukung Kejagung dengan membentuk tim agar pengusutan timbunan uang hampir Rp.1 triliun ini bisa tuntas. Kejagung akan lebih bisa membongkar dugaan mafia peradilan,” kata Suparji, Ahad (17/11/2024).
Penemuan timbunan uang ini, menurut Suparji, merupakan momentum yang baik untuk memberantas mafia peradilan. “Jangan sia-siakan momentum ini untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat,” ungkap Suparji.
Di sisi lain, menurut Suparji, DPR juga bisa membentuk panitia kerja tentang pemberantasan mafia peradilan. Sehingga pengusutan akan lebih komprehensif. Dalam panja, lanjut dia, bisa dilibatkan para ahli sebagai nara sumber maupun para mantan hakim.
Dalam mengungkap aliran uang Rp.1 triliun yang menurut pengakuan ZR merupakan uang hasil pengaturan perkara, Kejagung menyebut ZR irit bicara untuk memberi keterangan kepada penyidik.
Suparji mengatakan, dalam proses hukum dibutuhkan alat bukti, baik berupa keterangan saksi, surat, keterangan tersangka. Di sisi lain, menurut Suparji, orang yang beperkara juga bisa memberikan tambahan alat bukti. “Misalnya, mereka beperkara, yang harusnya (dipersidangan) menang kok kalah . Ini bisa menjadi alat untuk mendalami,” kata dia.
Mereka yang tidak mendapatkan keadilan di proses hukum bisa memberikan informasi ke penegak hukum. Sehingga penegak hukum bisa mendalami putusan-putusan pengadilan yang janggal. “Misalya dengan mempelajari putusan yang janggal. Seperti kasus kemarin (putusan Ronal Tannur) kan dari putusan yang janggal. Perkara yang harusnya diputus bersalah malah diputus bebas,” jelas Suparji.
Dari kejanggalan putusan Ronald Tannur, lanjut Suparji, pada akhirnya diketemukan adanya dugaan suap pada hakim. Termasuk juga ditemukan timbunan uang hampir Rp 1 triliun dan emas 51 kg, yang diduga untuk pengaturan putusan perkara yang disidangkan.