REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Irvansyah mengatakan dirinya berencana mengunjungi penjaga wilayah pesisir atau coast guard China, guna menindaklanjuti joint statement antara Indonesia-China. Ia mengungkapkan, Bakamla akan mengikuti kebijakan atau tindak lanjut Pemerintah Indonesia dari hasil joint statement yang sudah dilakukan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping, terkait dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.
"Kami akan menindaklanjuti, namun ke depan Bakamla sendiri yakni saya dan staf juga sudah mempunyai rencana sendiri untuk berkunjung ke coast guard China guna berdiskusi dan berdialog untuk melakukan kegiatan bersama," kata Irvansyah di Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Menurut dia, kegiatan ke depan antara Bakamla dan coast guard negara itu bisa dalam berbagai bentuk. "Mungkin latihan, peningkatan kapabilitas, dan kapasitas seluruh personel," ujar jenderal bintang tiga TNI Angkatan Laut (AL) tersebut.
Irvansyah menambahkan, Bakamla berkomitmen mengikuti segala keputusan atau kebijakan Pemerintah, sehingga akan mengejawantahkan dalam bentuk program jangka panjang maupun kegiatan temporer. "Intinya kami mengejawantahkan segala keputusan Pemerintah dalam bentuk kegiatan, tetapi itu baru sekadar arah kegiatan saja dan belum terperinci," kata dia.
Pada Selasa, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali juga menilai kesepakatan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping soal tumpang tindih klaim perairan di Laut China Selatan bertujuan untuk mencegah ketegangan di kawasan. Hasil pertemuan Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping di Beijing pada Sabtu (9/11/2024) lalu, sepakat untuk bekerja sama mengelola perairan yang diklaim secara tumpang tindih (overlapping claim), dan dua negara juga sepakat membentuk Inter-Governmental Joint Steering Committee mengikuti aturan hukum dan regulasi yang berlaku di masing-masing negara.
"Kita tetap berpegang teguh pada UNCLOS 82, tetapi kita membuka pola kerja sama. Jadi, biar tidak ada pertikaian. Kita menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan," kata Laksamana Ali menjawab pertanyaan terkait kerja sama RI-China di perairan yang overlapping claim.
Dia menilai Presiden Prabowo berupaya mencegah segala bentuk pertikaian di kawasan, tetapi itu pun dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982. "Kalau itu bisa menguntungkan semua pihak, itu lebih baik, dan itu saya rasa menjadi jalan keluar dari pertikaian selama ini. Kita akan menurunkan tensi, ketegangan di Laut China Selatan," ujar dia.
Ali pun mengingatkan Indonesia bukan negara yang bersengketa (non-claimant state) untuk klaim wilayah di Laut China Selatan. "Jadi, Indonesia tidak beririsan (jika dilihat dari) teritorial. Perairan teritorial tidak ada yang beririsan dengan nine-dash-line atau ten-dash-line," kata KSAL.
Nine-dash-line dan ten-dash-line merujuk pada klaim sepihak China terhadap Laut China Selatan yang tidak mengacu kepada UNCLOS, tetapi kepada klaim tradisional-historis China. Klaim sepihak China itu memang tidak mencakup perairan teritorial Indonesia, tetapi klaim tersebut tumpang tindih dengan Laut Natuna Utara, yang merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Laut Natuna Utara berada di sisi selatan Laut China Selatan.
"Yang sebenarnya menghangat memang ada di Laut China Selatan sebelah utara, kalau di sebelah selatan tidak terlalu," kata KSAL.
Oleh karena itu, dia yakin seluruh persoalan dapat diselesaikan melalui jalur hukum dan diplomasi. "Kita selama ini tetap dipercaya oleh semua pihak bisa menurunkan tensi ketegangan di kawasan, karena dari pihak China juga meminta tolong kepada kita untuk menjaga stabilitas keamanan dan stabilitas perdamaian di kawasan," kata Ali.