Kamis 24 Oct 2024 16:44 WIB

Euforia Kenaikan Gaji Hakim Ternodai Penangkapan Para Pengadil Perkara Ronald Tannur

Tiga hakim yang pernah memvonis bebas Ronald Tannur ditangkap jaksa Kejagung.

Tim gabungan Kejaksaan Agung RI membawa hakim PN Surabaya Erintuah Damanik (keempat kanan) dan Mangapul (ketiga kanan, bertopi) untuk ditahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Timur, Kamis (24/10/2024) dini hari. Tim gabungan Kejaksaan Agung RI menangkap tiga hakim PN Surabaya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Foto: ANTARA FOTO/HO-Penkum Kejati Jatim
Tim gabungan Kejaksaan Agung RI membawa hakim PN Surabaya Erintuah Damanik (keempat kanan) dan Mangapul (ketiga kanan, bertopi) untuk ditahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Timur, Kamis (24/10/2024) dini hari. Tim gabungan Kejaksaan Agung RI menangkap tiga hakim PN Surabaya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Antara

Mahkamah Agung (MA) marah atas perbuatan tiga hakim Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). Ketiga hakim yang berdinas pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim) tersebut, pada Rabu (23/10/2024) ditangkap oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)-Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran diduga menerima suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.

Baca Juga

“Terhadap peristiwa ini, Mahkamah Agung merasa kecewa, dan prihatin,” kata Juru Bicara MA, Yanto di Gedung MA di Jakarta, Kamis (24/10/2024).

Yanto mengatakan, perbuatan ketiga hakim tersebut mencederai profesi mulia hakim. Menurut Yanto, peristiwa penangkapan tiga hakim tersebut, menghapus rasa syukur para hakim di seluruh Indonesia yang belakangan ini merasakan kelegaan atas realisasi pengupahan yang sesuai dari pemerintah.

Pada awal Oktober 2024, para hakim seluruh Indonesia, melakukan aksi cuti bersama sebagai bentuk protes dalam mendesak pemerintah merevisi PP 94/2012 tentang pengupahan dan fasilitas para hakim. Atas desakan tersebut, kata Yanto, pada 15 Oktober 2024, pemerintahn melalui PP 44/2024 melakukan peningkatan hak keuangan, alias upah, dan fasilitas penunjang yang lebih baik untuk para hakim.

Namun realisasi dan rasa syukur atas pengupahan yang lebih baik untuk para hakim di seluruh Indonesia tersebut, seperti luntur dengan peristiwa penangkapan tiga hakim penerima suap-gratifikasi tersebut. “Peristiwa ini, sangat mencederai kebahagian dan rasa bersyukur hakim-hakim di seluruh Indonesia, atas perhatian pemerintah yang telah menaikkan tunjangan jabatan hakim,” ujar Yanto.

Yanto mengatakan, sebagai bentuk sanksi atas kecewa terhadap ketiga hakim tersebut, otoritas tertinggi lembaga peradilan itu melakukan pencopotan jabatan sementara. “Terhadap tiga orang hakim PN Surabaya, setelah mendapatkan kepastian dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Agung, maka secara administratif, hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul dari Mahkamah Agung,” kata Yanto.

Pencopotan sementara itu, kata Yanto, sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan di kejaksaan. Pun sampai pada putusan tetap nantinya di pengadilan. Kata Yanto, jika dari proses hukum tersebut nantinya inkrah menyatakan ketiga hakim tersebut terbukti bersalah, bukan cuma hukuman pidana yang akan menanti. Melainkan juga hukuman administratif berupa pemecatan permanen sebagai hakim.

“Dan apabila dikemudian hari dinyatakan tiga orang hakim tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka ketiga hakim tersebut akan diberhentikan dengan tidak hormat,” ujar Yanto.

photo
Karikatur Suap Hakim - (republika/daan yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement