REPUBLIKA.CO.ID, GAZA - Angkatan Darat Israel dalam pernyataan resminya di X, Kamis (17/10/2024), memastikan Pemimpin Hamas Yahya Sinwar gugur dalam satu operasi militer di Jalur Gaza. Gerakan Perlawanan Islam Hamas pun telah mengonfirmasi syahidnya Yahya Sinwar dalam pertempuran pada Rabu (16/10/2024).
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, juga mengonfirmasi perihal syahidnya pemimpin Hamas berusia 61 tahun itu. Militer Israel mengakui bahwa tidak ada tanda-tanda keberadaan sandera di area tempat Yahya Sinwar terbunuh.
Yahya Sinwar terpilih sebagai kepala politik Hamas pada Agustus 2024 menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh Israel di ibu kota Iran, Teheran. Haniyeh syahid setelah ia menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran pada 31 Juli 2024.
Pemilihan Sinwar sebagai pemimpin tertinggi kelompok perlawanan rakyat Palestina terhadap penjajahan Zionis Israel itu mencerminkan sejarah panjangnya dengan Hamas. Dia telah menjadi tokoh tertinggi Hamas di Gaza selama dua periode berturut-turut, pertama pada 2017 dan kedua pada 2021.
Kehidupan awal
Yahya Ibrahim Hassan Sinwar lahir pada 1962 di kamp pengungsi Khan Younis, Gaza Selatan. Keluarganya berasal dari Kota al-Majdal, yang kini menjadi bagian dari Ashkelon di Israel selatan setelah mereka dipaksa pindah pada 1948.
Ia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin sejak muda dan belajar di Universitas Islam Gaza, di mana ia meraih gelar sarjana dalam bidang Bahasa Arab. Selama masa kuliahnya, ia memimpin “Blok Islam,” sayap mahasiswa Ikhwanul Muslimin.
Pada tahun 1985, Sinwar mendirikan aparat keamanan untuk Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan nama “Al-Majd.” Organisasi ini berfokus pada perlawanan terhadap penjajahan Israel di Gaza dan melawan para kolaborator Palestina.
Aktivitas semasa mahasiswanya itu memberi Sinwar pengalaman yang kelak memungkinkannya mengambil peran kepemimpinan di Hamas setelah didirikannya organisasi ini pada 1987.
Penahanan