Senin 07 Oct 2024 18:35 WIB

Solusi Atas Kemacetan Jakarta dari Tiga Cagub dan Opini Pengamat Transportasi

Para cagub Jakarta memiliki gagasan berbeda saat ditanya cara mengatasi kemacetan.

Tiga pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta (dari kiri) Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto, dan Pramono Anung-Rano Karno  mengikuti debat pertama pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Ahad (6/10/2024). Debat perdana tersebut mengangkat tema penguatan SDM dan transformasi Jakarta menjadi Kota Global.
Foto:

Pengamat transportasi sekaligus Ketua INSTRAN (Inisiatif Strategis untuk Transportasi) Darmaningtyas menilai gagasan calon gubernur Ridwan Kamil dan Pramono Anung dalam debat perdana Pilkada pada Ahad (6/10/2024) sama-sama realistis untuk dilaksanakan.

“Gagasan dari Cagub RK (Ridwan Kamil) dan Pramono sama-sama realistis untuk dilaksanakan, karena semua sudah ada pengalamannya di masa lalu atau sekarang sedang berlangsung,” kata Darmaningtyas kepada Antara di Jakarta, Senin.

Menurut Darmaningtyas, gagasan Ridwan Kamil untuk membangun transportasi air itu sudah memiliki pijakannya pada masa Gubernur Sutiyoso tahun 2007. Program angkutan sungai (waterway) sudah digagas dan diwujudkan oleh Gubernur Sutiyoso, meskipun tidak berlanjut hingga kini. Selain itu, dia mengatakan pengembangan angkutan sungai sudah ada dalam Pola Transportasi Makro (PTM).

“Jadi tidak mengada-ada dan berarti landasan hukumnya sudah cukup kuat, tinggal mengimplementasikan saja. Memang dibutuhkan investasi yang besar untuk membenahi sungai di Jakarta. Tapi itu lebih baik sekaligus menjadi peluang untuk membenahi sungai-sungai di Jakarta agar terpelihara dengan baik,” kata Darmaningtyas.

Lebih lanjut Darmaningtyas mengatakan syarat untuk dapat terwujudnya transportasi air adalah debit sungai harus cukup memadai dan stabil. "Memadai dalam arti bisa untuk jalannya perahu dan stabil. Ini butuh pengelolaan Sungai yang optimal agar pada musim kemarau debit tetap stabil, tapi pada musim penghujan juga tidak meluber sehingga transportasi air tetap berfungsi dengan baik,” jelas Darmaningtyas.

Namun, Darmaningtyas menjelaskan gagasan itu semestinya tidak menjadi masalah untuk Jakarta. Sebab, debit air sebetulnya dapat dibuat, misalnya dengan membersihkan dan mengeruk sungai agar kedalamannya merata, lalu dikendalikan di pintu air agar saat kemarau tidak terjadi kekeringan, tapi saat penghujan tidak meluber.

Tak hanya itu, menurutnya kanan kiri sungai juga perlu dibersihkan, sehingga menjadi lingkungan yang tertata rapi dan menarik. Gagasan Ridwan Kamil juga dinilai dapat membuka lapangan kerja baru. Demikian pula gagasan Pramono Anung untuk memperpanjang rute layanan Transjakarta menjadi layanan Transjabodetabek.

Menurut Darmaningtyas hal itu juga realistis untuk diwujudkan dan sudah memiliki landasan hukum yang kuat di UU No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), bahwa DKI Jakarta dapat memberikan subsidi untuk layanan transportasi dari wilayah Bodetabek yang melayani ke Jakarta. “Jika selama ini subsidi transportasi dibatasi di wilayah administratif Jakarta saja, namun sekarang terbuka untuk wilayah aglomerasi,” kata Darmaningtyas.

Darmaningtyas mengatakan isu tersebut juga pernah dia sampaikan di diskusi publik yang diselenggarakan oleh BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) tanggal 24 Juli lalu dengan mengundang para Kadishub dan Bappeda dari wilayah Jabodetabek dan salah satu narsumnya adalah Kadishub DKI Jakarta, Syafrin Lumpito. Dalam diskusi itu, Darmaningtyas mengatakan kini saatnya layanan Transjakarta diperluas sampai wilayah Bodetabek agar mampu memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke arah Jakarta beralih menggunakan angkutan umum.

“Dan sebaiknya memang demikian, layanan transportasi di Jakarta ini tidak boleh terputus dengan layanan transportasi di kawasan sekitarnya (Bodetabek),” kata Darmaningtyas.

Sementara menurut Darmaningtyas gagasan cagub Dharma untuk membenahi manajemen terlebih dulu bisa saja diterima. Hanya saja, persoalan layanan transportasi di Jakarta menurutnya bukan pada isu manajemen pengelola transportasi publik, melainkan pada keengganan pemda di sekitar DKI Jakarta untuk berbenah dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk pindah ke angkutan umum meskipun layanan transportasi umum di Jakarta sudah cukup memadai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement