Senin 07 Oct 2024 00:19 WIB

Guru Besar Kampus St.Petersburg: Kenapa Rusia disanksi, tapi Israel tidak?

Uni Eropa tidak konsisten, berubah-ubah.

Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie (kiri) menjadi narasumber dalam diskusi tentang “Penguatan Alutsista Melalui Transfer Teknologi” di Media Center DPR, Jakarta, Rabu (26/4).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie (kiri) menjadi narasumber dalam diskusi tentang “Penguatan Alutsista Melalui Transfer Teknologi” di Media Center DPR, Jakarta, Rabu (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Universitas St.Petersburg, Connie Rahakundini, meminta dunia internasional untuk jatuhkan sanksi Israel, seperti sanksi terhadap Rusia. Dunia internasional seperti setengah-setengah dalam hal menyikapi perkembangan konflik antara Israel dengan Palestina dan Libanon.

“Kalau memang dunia internasional mengecam Israel, berikan saja mereka sanksi seperti Rusia,” kata Connie, dalam siaran pers, Ahad (6/10/2024).

Menurutnya, bila memang Israel sudah kelewatan, maka negara itu bisa dikekang lewat penetapan sanksi seperti yang diberikan kepada negara Barat kepada Rusia, saat Rusia dianggap menginvasi Ukraina. “Asal tahu saja, Rusia adalah negara dengan sanksi internasional terbanyak, diikuti oleh Iran, Suriah, Korea Utara, Myanmar, Kuba, dan Venezuela,” kata akademisi Indonesia yang juga berkiprah di Rusia itu.

Seperti halnya Rusia, Connie menantang agar Israel juga diberi sanksi untuk produk-produk unggulannya. Seperti teknologi, permesinan, produk petroleum, produk keuangan, perbankan, asuransi, hingga barang-barang mewah buatan negeri zionis tersebut.

“Tapi sampai sekarang, tidak ada produk-produk tersebut yang di-banned. Malah maunya menghapuskan Israel dari muka bumi. itu bukan menciptakan perdamaian, malah bikin masalah baru,” katanya lagi.

Connie melihat bahwa dunia internasional seperti setengah-setengah dalam hal menyikapi perkembangan konflik antara Israel dengan Palestina dan Libanon.

“Uni Eropa tidak konsisten, berubah-ubah. Libanon adalah jajahan Perancis, tapi diam saja, tidak terlihat membatasi ruang gerak terorisme Hizbullah di Libanon. Sedangkan Inggris juga sama. Padahal keberadaan negara Israel di wilayah itu adalah akibat dari perjanjian antara Inggris dan Perancis,” bebernya.

Akhir September lalu, dalam pidato terakhirnya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan agar organisasi itu harus meminta Israel menghentikan serangannya ke Palestina dan Libanon.

Terkait Pembukaan UUD 1945, mengenai kemerdekaan adalah hak segala bangsa, yang kerap dijadikan alasan Indonesia untuk mengecam Israel, menurut Connie pemikiran yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 itu dibuat saat Indonesia merupakan negara dengan kemampuan pertahanan terkuat di bumi bagian Selatan.

“Kalau Indonesia mau bisa menegakkan pemikiran seperti di Pembukaan UUD 1945 itu, bangunlah kekuatan militer kita sedemikian rupa sampai jadi sekuat waktu itu, jadi yang terkuat di bumi bagian Selatan. Dari situ, kita bisa dengan tegas menyatakan sikap kita ke dunia Internasional,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement