REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyerahkan pengelolaan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri di Teluk Geruguk, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam mengurangi dampak negatif penggunaan merkuri yang banyak dipakai dalam penambangan emas skala kecil di daerah tersebut.
"Fasilitas ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi masyarakat, terutama bagi para penambang emas," kata Kepala Sub Direktorat Penghapusan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) KLHK Upik Sitti Aslia, saat berkunjung ke Kapuas Hulu, Minggu.
Dia menjelaskan pentingnya penerapan praktik penambangan yang ramah lingkungan.
"Penggunaan merkuri dalam tambang emas skala kecil sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, KLHK mendorong penggunaan fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri ini sebagai bagian dari sistem good mining practice yang mampu melindungi masyarakat dari bahan beracun," tuturnya.
Fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri yang dibangun di Teluk Geruguk ini merupakan salah satu dari 10 fasilitas serupa yang didirikan KLHK di berbagai daerah di Indonesia. Kapuas Hulu terpilih sebagai lokasi pertama pembangunan fasilitas ini, yang rampung pada tahun 2023.
KLHK berharap fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh para penambang emas rakyat di wilayah tersebut, sehingga mampu mengurangi ketergantungan mereka terhadap penggunaan merkuri.
Upik menambahkan penggunaan fasilitas ini bukan hanya melindungi lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas para penambang dengan cara yang lebih aman dan berkelanjutan.
"Kami berharap para penambang dapat beralih dari metode tradisional yang menggunakan merkuri ke teknologi yang lebih modern dan aman melalui fasilitas ini," katanya.
Di tempat yang sama, Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan menyampaikan apresiasi atas dukungan KLHK dalam pengelolaan tambang emas yang lebih ramah lingkungan di wilayahnya.
Menurut Fransiskus dari 14 kecamatan di Kapuas Hulu, Kecamatan Boyan Tanjung merupakan daerah dengan jumlah penambang emas rakyat terbanyak, yakni mencapai 2.916 orang.
"Fasilitas pengolahan emas bebas merkuri ini sangat penting bagi Boyan Tanjung, namun kami juga berharap fasilitas ini bisa dimanfaatkan oleh penambang di kecamatan lainnya. Kami ingin agar fasilitas ini menjadi percontohan pengelolaan tambang emas ramah lingkungan di seluruh Kalimantan Barat," katanya.
Fransiskus juga meminta KLHK untuk mempertimbangkan pembangunan fasilitas serupa di kecamatan lain, mengingat potensi tambang emas rakyat di Kapuas Hulu yang masih sangat besar.
Tambang emas rakyat di daerah ini memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi lokal, tetapi di sisi lain juga membawa risiko lingkungan yang tinggi jika tidak dikelola dengan baik.
Meski telah ada fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri dan beberapa izin pertambangan rakyat (IPR) di Kapuas Hulu, Fransiskus mengungkapkan bahwa pengelolaan tambang rakyat masih menghadapi beberapa kendala. Saat ini, Kapuas Hulu memiliki tiga IPR yang berlokasi di Desa Nanga Suruk, Kecamatan Bunut Hulu, dan dua di Desa Entibab, Kecamatan Bunut Hilir.
"Namun, pengelolaan IPR tersebut belum optimal karena masih terkendala petunjuk teknis yang belum jelas. Kami berharap pemerintah pusat dapat segera memberikan petunjuk teknis terkait tata kelola IPR, sehingga koperasi yang ditunjuk untuk mengelola tambang rakyat dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Kami juga telah mengusulkan IPR untuk beberapa kecamatan lainnya, dengan harapan bisa segera diakomodasi oleh kementerian terkait," katanya.
Ia menekankan pentingnya kepastian hukum dan regulasi yang jelas bagi para penambang agar mereka dapat bekerja dengan aman dan nyaman tanpa melanggar peraturan lingkungan.
Fransiskus berharap fasilitas pengolahan emas bebas merkuri ini tidak hanya menjadi solusi sementara, tetapi dapat terus dikembangkan agar penambang rakyat dapat beroperasi secara lebih profesional dan bertanggung jawab.