REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bunga matahari (Helianthus annuus L.) merupakan tanaman yang memiliki prospek besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Di Desa/Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kelompok petani bunga matahari menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangan agroindustri.
Tim pemberdayaan masyarakat teknik industri melalui Pendanaan Hibah Pengabdian Masyarakat Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (DRTPM Kemdikbudristek) tahun anggaran 2024 dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) pun menyiapkan program untuk petani bunga matahari di kawasan Bandung Selatan tersebut.
"Salah satu masalah utama adalah rendahnya produktivitas minyak yang dihasilkan oleh mesin pemeras biji bunga matahari tradisional, yang sering kali tidak mampu mengekstrak minyak secara optimal, sehingga mengurangi rendemen dan potensi keuntungan bagi petani," ujar Ketua Tim Dr Nunung Nurhasanah dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Nunung adalah dosen Teknik Industri UAI. Tim beranggotakan dosen Teknologi Pangan Maryam Jameelah dan dosen Teknik Elektro Octarina Nur Samijayani, serta tiga orang mahasiswa Teknik Industri Endrika Septya Adilfi, Muhammad Bintang Naufal, dan Ragil Perdana Sani. Plus mahasiswa Teknik Elektro Khairul Auni dan mahasiswa Teknologi Pangan Hafidz Shiddique.
Mereka melakukan pendekatan berbasis teknologi, khususnya teknologi Internet of Things (IoT) untuk mendukung penerapan green economy. Tujuannya agar petani bunga matahari bisa lebih berdaya, yang ujungnya meningkatkan kesejahteraan petani dan menaikkan daya saing agroindustri bunga matahari di Indonesia.
Menurut Nunung, proses pengeringan biji bunga matahari masih menggunakan metode konvensional yang tidak efisien dan memerlukan waktu lama. Selain itu, petani sangat menggantungkan terhadap cuaca yang mempengaruhi kualitas produk akhir. Masalah lainnya adalah belum adanya sertifikasi halal untuk produk minyak bunga matahari, yang menghambat pemasaran.
"Solusi yang diberikan adalah penerapan sistem kendali dan monitoring berbasis IoT pada rak pengering di greenhouse. Teknologi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengeringan biji bunga matahari, sehingga menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan rendemen yang lebih tinggi," jelas Nunung.
Untuk mengatasi berbagai masalah di lapangan, anggota tim Octarina Nur Samijayani memberikan pendampingin untuk mengenalkan teknologi IoT agar diterapkan dalam berbagai aspek produksi bunga matahari. Salah satu implementasinya adalah saat proses pengeringan.
"Rak pengering di greenhouse dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembaban yang terhubung dengan sistem IoT. Sistem ini dapat memantau dan mengatur kondisi pengeringan secara otomatis, sehingga proses pengeringan dapat berjalan lebih efisien tanpa tergantung pada kondisi cuaca," kata Octarina.
Dengan pengendalian yang lebih baik, menurut Octarina, biji bunga matahari dapat dikeringkan pada kondisi optimal. Sehingga hal itu dapat menghasilkan produk dengan kadar air yang tepat dan kualitas yang lebih tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan rendemen minyak yang dihasilkan.
Sementara itu, sosialisasi implementasi good manufacturing practises (GMP) dilakukan oleh Hamidatun. Menurut dia, penerapan GMP yang lebih ketat menjamin produk minyak bunga matahari yang dihasilkan lebih aman untuk dikonsumsi dan memiliki kualitas yang konsisten, meningkatkan kepercayaan konsumen dan daya saing di pasar.