REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gerindra mengaku tak ingin menjadi ‘tukang’ sandera hak dan kepentingan partai lainnya di Pilkada 2024. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) tak ada keharusan bagi partai-partai anggota untuk selalu ikut mendukung setiap calon kepala daerah (cakada) yang diusung oleh Gerindra.
Muzani menegaskan, Gerindra mengakui kedaulatan partai-partai lain dalam mengajukan cakada-cakadanya masing-masing untuk sama-sama berkompetisi di pilkada serempak tahun ini.
Hal tersebut, dikatakan Muzani menyusul berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/2024 yang memberikan dasar hukum terang bagi partai-partai politik (parpol), atau gabungan parpol untuk mengusung sendiri-sendiri cakadanya di Pilkada 2024.
“Di dalam Koalisi Indonesia Maju, kita memberi keleluasaan untuk setiap partai politik mengambil posisi politiknya di daerah-daerah, karena kami menghormati bahwa ada basis-basis partai politik Koalisi Indonesia Maju yang tentu saja, antar partai yang satu, dengan partai yang lainnya berbeda,” kata Muzani saat ditemui di Kantor DPP Gerindra, di Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2024).
Karena itu, kata Muzani, Gerindra yang menjadi inisiator KIM, mempersilakan partai-partai anggota kaolisi itu mengusung cakada-cakadanya masing-masing.
“Karena kita (Gerindra) mengakui juga, ada pandangan-pandangan yang berbeda di antara kami. Dan kita menghormati pandangan berbeda di antara kami (KIM) itu,” ujar Muzani.
Perbedaan sikap, maupun pilihan politik dalam pengusungan masing-masing cakada itu, kata Muzani memang tak bisa dihindarkan. Mengingat, kata Muzani partai-partai yang berada di dalam KIM juga mempunyai kader-kader, ataupun orang-orang pilihannya masing-masing. Namun begitu, kata Muzani, ada juga di beberapa daerah, yang pandangannya sama di internal KIM.
“Tapi bila memungkinkan sama, kita akan berusaha untuk sama. Baik dalam pemilihan gubernur, atau pemilihan bupati, ataupun dalam pemilihan walikota,” kata Muzani.
Gerindra, kata Muzani, hanya mengharapkan, agar pilihan politik yang berbeda, maupun yang sama di dalam KIM bisa menjawab tentang apa yang diinginkan, dan diharapkan oleh masyarakat. “Itu yang kemudian yang kit aharapkan menjadi demokrasi yang sudah kita pilih, sebagai cara untuk mempergilirkan kepemimpinan yang bisa lebih diterima, lebih alami, dan lebih original di masyarakat,” kata Muzani.
KIM, merupakan koalisi gabungan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan menyusul Partai Demokrat, dan partai-partai non-parlemen lainnya. KIM semakin besar menjadi KIM Plus setelah bergabungnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, bahkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). KIM Plus dalam Pilkada 2024 banyak sepakat untuk mengusung cakada-cakada yang sama karena terbentur pada ambang batas minimal pengusungan cakada yang minimal 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah.
Di Pilkada Jakarta contohnya, dari 12 partai yang berhasil tembus DPRD 2024 tak ada satupun yang bisa mengusung sendiri pasangan cagub-cawagubnya dalam pilkada. Karena ketentuan ambang batas pencalonan oleh partai atau gabungan partai minimal 22 kursi.
Karena itu, 12 partai yang tergabung dalam KIM Plus, mengusung cagub-cawagub yang sama Ridwan Kami - Suswono. Namun setelah putusan MK 60/2024, KIM Plus bisa bubar. Putusan MK 60/2024 itu merasionalisasikan ambang batas minimal baru pencalonan cagub-cawagub yang cuma 7,5 persen.
Advertisement