Jumat 16 Aug 2024 07:00 WIB
NIKMAT MERDEKA

Mengadang Stunting di Hulu

Upaya memberantas stunting dilakukan sejak hulunya atau sebelum bayi dilahirkan.

Rep: Rizky Suryarandika, Silvy Dian Setiawan/ Red: Mas Alamil Huda
Seorang warga menyuapi makanan begizi kepada anaknya sebagai langkah konkret percepatan penurunan stunting dan pengendalian inflasi di Gunungsari, Ciamis, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024).
Foto:

Ragam Upaya Menurunkan Prevalensi Stunting

Prevalensi stunting di Kota Yogyakarta turun di 2024 ini di angka 10,07 persen berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta. Angka ini sudah di bawah target nasional yakni 14 persen. Bahkan, angka ini juga sudah di bawah target Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta yang menetapkan sebesar 12 persen. Dinkes Kota Yogyakarta pun menuturkan penurunan stunting ini dikarenakan adanya intervensi serentak pencegahan stunting.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Yogyakarta, Aan Iswanti mengatakan, intervensi yang dilakukan yakni dengan mendorong ibu yang memiliki balita untuk datang ke posyandu. Bahkan, pada Juni 2024, tingkat kehadiran balita di posyandu mencapai 100 persen dari intervensi yang dilakukan.

“Alhamdulillah kemarin itu ada intervensi serentak pencegahan stunting. Mudah-mudahan Juli ini orang tua balita itu semangatnya pas intervensi serentak di Juni diteruskan di Juli. Karena selama ini tingkat kehadiran (di posyandu) masih di angka 80-90 persen,” kata Aan kepada Republika belum lama ini.

Intervensi ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak dari tingkat Kota Yogyakarta, kemantren, hingga kelurahan. Seluruh kader kesehatan, termasuk tim percepatan penurunan stunting (TPPS) yang ada di tiap wilayah dilibatkan untuk melakukan intervensi ini.

“Sehingga yang belum datang pun kita jemput bola, kita sweeping. Kalau kita bicara stunting, ini kerja sama dan memerlukan peran lintas sektoral. Apalagi di wilayah itu mulai dari puskesmas, kader kesehatan, pendamping keluarga yang ada di wilayah, TP PKK, kelurahan, kemantren semuanya terlibat,” ucapnya.

Aan menuturkan, intervensi ini akan terus dilakukan ke depannya. Hal ini mengingat angka stunting yang meski sudah di bawah target, dapat meningkat jika upaya yang dilakukan tidak diteruskan. “Kalau kita lengah, yang belum stunting bisa jadi bergeser jadi stunting, ini upaya kita terus-menerus,” jelas Aan.

Pihaknya juga baru saja meluncurkan aplikasi Pemantauan Permasalahan Gizi Balita (PPGB). Melalui aplikasi ini, dapat diakses sejauh mana persoalan gizi balita di suatu wilayah, sehingga bisa menjadi dasar untuk membuat kebijakan maupun solusi dalam rangka percepatan penurunan stunting di wilayah.

Sebab, PPGB ini menampilkan data anak usia di bawah dua tahun (baduta) dan balita yang bermasalah gizi. PPGB ini juga dapat digunakan untuk melihat masalah gizi per tahunnya dengan statistik masalah gizi per kemantren dan kelurahan.

Selain itu, aplikasi PPGB juga dapat melihat statistik sasaran yang diukur, ditimbang dan diukur, serta ditimbang. Tidak hanya TPPS, namun masyarakat juga bisa melihat data-data yang disajikan di aplikasi tersebut. “Harapannya, dengan tahu hasilnya bisa membuat kebijakan dan solusi di wilayah masing-masing. Kalau misalnya capaian stunting (di aplikasi itu) masih tinggi, pasti akan berupaya untuk menurunkannya,” kata Aan.

Kepala Dinkes Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani mengatakan, dengan adanya pemantauan terpadu melalui aplikasi PPGB ini, diharapkan permasalahan gizi pada balita dapat diidentifikasi secara dini dan ditangani dengan cepat dan tepat. “Diharapkan aplikasi PPGB ini dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam upaya pemantauan dan penanganan masalah gizi balita khususnya di Kota Yogyakarta,” kata Emma.

Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto mendukung aplikasi PPGB yang merupakan bagian dari program Pemantauan Terpadu Permasalahan Gizi Balita (PANDU SAGITA), khususnya sebagai upaya penurunan stunting di Kota Yogyakarta. Sugeng juga berharap pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah kaitannya dengan penurunan stunting dapat mengondisikan kesehatan, mulai dari ibu mengandung hingga umur balita lima tahun.

“Pelayanan kesehatan balita baik dari kandungan hingga lahir harus dilakukan secara masif. Pemerintah bersama masyarakat bisa memaksimalkan aplikasi PPGB ini,” kata Sugeng.

Dengan aplikasi PPGB, dapat memberikan pelayanan di masyarakat secara cepat, tepat, dan akurat. Pasalnya, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan sebelumnya memakan waktu dan tenaga, serta ketepatan dan akurasinya juga dipertanyakan.

Dengan upaya-upaya yang dilakukan, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Sarmin optimis Kota Yogyakarta bisa mencapai target prevalensi stunting di angka kurang dari 10 persen di tahun 2024-2025.

Untuk itu, Sarmin berharap dari 73 indikator yang menjadi evaluasi bersama TPPS Kota Yogyakarta, dapat menjadi upaya dalam penurunan stunting di Kota Yogyakarta. “Kita berharap, nantinya capaian intervensi di akhir tahun 2024 atau awal tahun 2025 mencapai prevalensi bisa di bawah 10 persen,” kata Sarmin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement