Senin 08 Jul 2024 17:59 WIB

Soal Dikabulkannya Praperadilan Pegi Setiawan, Ini 8 Catatan Anggota Komisi III DPR

Komisi III DPR meminta Polri evaluasi penanganan kasus Vina dan Eky

Ibu dari Pegi Setiawan, Kartini dan sejumlah pengunjung menangis terharu usai sidang putusan Praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (8/7). Dalam sidang tersebut hakim tunggal Eman Sulaeman memutuskan penetapan tersangka terhadap pemohon berdasarkan surat ketetapan atas nama Pegi Setiawan dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Foto:

Keenam, persoalan salah tangkap ini bukan merupakan hal baru di dunia hukum, baik di Indonesia maupun di dunia.

Kasus serupa banyak terjadi di berbagai peradilan. Sebagai contoh, terdapat kasus dimana seorang pria bernama Sidney Holmes yang akhirnya dibebaskan setelah menjalani hukuman selama 34 tahun di penjara Fort Lauderdale, Florida.

Holmes akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan pada 2023 dalam kasus perampokan bersenjata yang terjadi pada 1988. Polisi diduga salah dalam menangkap pelaku karena kemiripan pelaku dan mobil yang dikendarainya. Holmes juga akhirnya mendapat kompensasi yang dihitung per tahun selama menjalani hukuman.

Demikian pula kasus yang menimpa seorang pria bernama Craig Coley di Florida yang dibebaskan pada 2017 setelah menjalani hukuman penjara hampir 40 tahun karena tuduhan pembunuhan terhadap pacar dan putranya.

“Kasus ini ditinjau ulang dan mendapati bahwa kesaksian seorang saksi tidak benar dan DNA yang ditemukan bukan milik Coley. Atas kesalahan ini, kota Simi Valley kemudian memberikan kompensasi yang cukup besar atau 21 Miliar USD,” ujar Wayan Sudirta.

Ketujuh, jika benar bahwa terdapat kesalahan dalam kasus Pegi Setiawan tersebut, memperlihatkan bahwa mekanisme praperadilan merupakan hal yang penting atau jalan bagi warga negara untuk dapat memperoleh keadilan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses penegakan hukum.

“Demikian pula menjadi panggilan (alert) bagi institusi atau aparat penegak hukum untuk dapat lebih berhati-hati dan lebih komprehensif dalam menentukan langkah hukum,” ujar Wayan Sudirta.

Kedelapan, kita sering kali dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dalam proses penegakan hukum atau upaya paksa seperti: salah identifikasi, kriminalisasi, penahanan yang tidak prosedural atau overstay, penanganan yang berlarut, penyitaan terhadap barang yang dilakukan tidak sesuai aturan, atau penyadapan in-prosedural, dan lain-lainnya.

Hal ini mengindikasikan pula bahwa pengawasan terhadap sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia perlu dilakukan secara ketat.

Pembangunan atau penciptaan transparansi, profesionalitas, integritas, dan kepatuhan terhadap undang-undang oleh sistem penegakan hukum maupun peradilan harus terus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh.

“Hal ini mungkin juga dapat menjadi alarm bagi Pemerintah dan DPR untuk dapat mereformasi kebijakan sistem peradilan pidana terpadu dan ketentuan terkait lainnya untuk mengawasi sekaligus mengoptimalisasi dan mendorong peran peradilan dan penegak hukum secara profesional dan akuntabel,” ujar Wayan Sudirta. 7

Untuk diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat pada 8 Juli 2024 mengabulkan permohonan praperadilan (Nomor 10/Pid.Pra/2024.PN Bandung) terhadap penetapan tersangka atas nama Pegi Setiawan (PS) oleh Polda Jabar terkait kasus pembunuhan terhadap Vina dan Eky di Cirebon yang terjadi pada 2016.

Dalam sidang tersebut, hakim Eman Sulaeman sebagai hakim tunggal menilai tidak ditemukan bukti bahwa Pegi pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka oleh Polda Jabar sehingga penetapan tersangkanya tidak sah atau batal secara hukum.

photo
Kejanggalan kasus Vina Cirebon. - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement