REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan DR I Wayan Sudirta, SH, MH angkat bicara terkait dengan pengabulan permohonan Praperadilan yang diajukan Pegi Setiawan (PS), tersangka pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon.
Menurut Wayan Sudirta, putusan Praperadilan ini tentu selanjutnya berimplikasi pada beberapa hal yang terkait dengan pengungkapan kasus Vina dan Eky ini serta mengindikasikan pada beberapa pandangan analitis terkait dengan sistem penegakan hukum.
Pertama, terkait dengan kredibilitas penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Jabar. Dalam hal ini, penetapan tersangka yang dievaluasi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dipertanyakan.
“Kita tentu dapat melihat bahwa putusan ini merupakan hal yang wajar, namun juga dapat mempertanyakan akuntabilitas proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Penyidik Polda Jabar,” ujar Wayan Sudirta.
Kedua, masyarakat kini tengah mempertanyakan lebih lanjut mengenai beberapa alat bukti yang digunakan oleh Polda Jabar dalam menetapkan status tersangka pada Pegi Setiawan yang selalu mengaku tidak kenal dan bukan pembunuhnya.
Selain saksi, Polda menggunakan keterangan dan bukti bahwa Pegi mengganti identitas dan kabur dengan mengontrak sebuah rumah di Bandung.
“Dalam hal ini, masyarakat kemudian mempertanyakan kebenaran dari alat bukti yang digunakan oleh Polda Jabar dalam mengidentifikasi pelaku,” ujar Wayan Sudirta.
Ketiga, dalam keterangan dan sumber informasi yang didapat, salah satu alat bukti yang dipergunakan oleh Penyidik Polda Jabar merupakan hasil dari kesaksian salah seorang pelaku yang menjadi saksi kunci (Aep).
Jikalau penetapan ini salah, hal ini tentu berdampak secara hukum terhadap kesaksiannya. Publik kemudian bertanya juga apakah kesaksian Aep tersebut dapat dipertanyakan akuntabilitasnya, apakah memang sebuah kecerobohan atau juga terdapat unsur rekayasa atau paksaan dengan pengaruh dari pihak lain.
Keempat, kasus ini cukup unik, mengingat Pegi Setiawan merupakan terduga pelaku utama atau aktor utama (mastermind) dalam kasus pembunuhan ini.
Namun dengan adanya putusan tersebut, maka publik dapat mempertanyakan bagaimana proses penegakan hukum dan kesaksian dari kedelapan tersangka tersebut dapat dinyatakan valid atau sah, sedangkan kesaksian terhadap pelaku utama saja salah.
Kelima, perlu dalam hal ini, para penyidik Polda Jabar untuk mengkaji dan mendalami hasil putusan praperadilan tersebut lebih jauh tentang isi dan implikasi hukum.
Selain dari pemenuhan hak para tersangka yang menjadi pemohon praperadilan, apa saja langkah hukum yang harus atau perlu dilakukan dalam rangka membuktikan para pelaku kejahatan khususnya pelaku utamanya.
“Artinya, evaluasi terhadap tahapan dan proses yang dilakukan berdasarkan KUHAP atau SOP, akuntabilitas dan profesionalitasnya, serta apa yang kemudian menjadi tindak lanjut dari putusan tersebut,” ujar Wayan Sudirta.