REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penanganan lebih lanjut terhadap 80 ribu anak yang terlibat dalam perjudian.
"Kami sedang koordinasi dengan PPATK terkait dengan 80.000 anak yang perlu penanganan lebih lanjut, agar dapat dicegah mengulangi perbuatannya," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut Nahar, upaya penanganan terhadap anak-anak tersebut penting guna mencegah keberulangan.
Berdasarkan data demografi yang dirilis oleh PPATK, pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen atau 80 ribu anak dari total keseluruhan pemain yang mencapai lebih kurang 4.000.000 orang.
Dari 4.000.000 penjudi online, PPATK merinci demografi pengelompokannya berdasarkan kategori usia di bawah 10 tahun sebesar 2 persen, usia 10-20 tahun sebesar 11 persen, usia 21-30 tahun sebesar 13 persen, usia 30-50 tahun sebesar 40 persen, dan usia di atas 50 tahun sebesar 34 persen.
Hingga saat ini, KemenPPPA telah menerima enam laporan masyarakat mengenai kasus judi daring atau online yang telah berdampak buruk pada keluarga pelapor.
"Yang masuk ke KemenPPPA sudah ada enam (laporan)," kata Nahar.
Sejumlah pengaduan masyarakat tersebut disampaikan melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
Enam kasus itu berasal dari Madiun, Tangerang, Jakarta Utara, Tasikmalaya, dan dua kasus dari Jombang,
Nahar menambahkan bahwa pelapor kebanyakan adalah para istri yang suaminya berjudi.
KemenPPPA menjadi bagian dari Anggota Bidang Pencegahan Satgas Pemberantasan Perjudian Online.
Keterlibatan KemenPPPA dalam satgas ini lantaran maraknya praktik judi online di masyarakat yang tidak hanya menyasar pengguna orang dewasa, tetapi juga menyasar anak-anak.