Sabtu 29 Jun 2024 09:51 WIB

5 Mitos Keunggulan Militer Israel yang Terpatahkan Selama Perang Gaza

Zionis Israel ternyata rapuh selama Perang Gaza

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Tentara zionis Israel. Zionis Israel ternyata rapuh selama Perang Gaza
Foto:

Beberapa di antaranya bunuh diri pada jam-jam pertama pertempuran, ketika pertempuran masih berkecamuk di sekitar Gaza.

Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan, jajak pendapat internal militer menunjukkan hanya 42 persen perwira Israel yang tetap ingin melanjutkan dinas militer setelah perang di Gaza. Angka tersebut turun dari 49 persen pada Agustus tahun sebelumnya.

Selain itu, laporan dari Israel menunjukkan adanya kekurangan tentara di pasukan cadangan saat perang memasuki bulan kesembilan, sehingga mendorong tentara Israel untuk mencari sukarelawan untuk berperang di Gaza, tulis Palestine Chronicle, Senin (9/6/2024).

Kedua, pertahanan udara lemah

Kelompok Hizbullah di Lebanon pada Jumat (8/12/2023) mengatakan bahwa mereka berhasil melakukan 8 serangan militer terhadap basis militer Israel di dekat daerah perbatasan selatan Lebanon.

Seorang tentara cadangan pasukan penjajahan Israel tewas dan 10 orang lainnya terluka akibat serangan Hizbullah ke Israel utara pada Rabu (5/6/2024). Pertahanan udara dan sistem peringatan dini Israel tak sempat mengantisipasi serangan tersebut.

The Times of Israel melansir, setidaknya 10 tentara Israel lainnya terluka dalam serangan yang diklaim Hizbullah dengan menggunakan drone bermuatan bahan peledak di Israel utara pada Rabu itu.

Sistem sirene peringatan dini yang tiba-tiba tak berfungsi memungkinkan drone Hizbullah menembus kompleks militer Israel tersebut.

Belum lama ini, Hizbullah mengatakan para pejuangnya melancarkan serangan udara dengan segerombolan drone terhadap posisi artileri milik Batalyon 411 (bagian dari Brigade Pemadam Kebakaran 288) di Neve Ziv, menargetkan titik berkumpul para perwira dan tentara Israel.

Dikatakan bahwa serangan tersebut mencapai sasaran, menyebabkan korban jiwa, dan memicu kebakaran di pihak Israel. Perlawanan mengatakan operasi tersebut merupakan respons terhadap pembunuhan oleh Israel di kota al-Shehabiyeh.

Israel dilaporkan tidak siap menghadapi kerusakan yang akan dialami infrastruktur ketenagalistrikan jika terjadi perang besar-besaran dengan Hizbullah. Demikian peringatan kepala perusahaan yang bertanggung jawab merencanakan sistem kelistrikan negara tersebut pada Kamis.

“Kami tidak berada dalam situasi yang baik, dan kami tidak siap menghadapi perang sesungguhnya. Saat ini kita hidup dalam khayalan,” kata Shaul Goldstein, yang memimpin Independent System Operator Ltd Israel, yang dikenal dengan inisial Ibrani NOGA dilansir the Times of Israel.

Para pejabat Amerika Serikat memiliki kekhawatiran serius bahwa perang besar antara Israel dan Hizbullah dapat membuat pertahanan udara Israel di utara kewalahan, Sistem pertahanan udara Iron Dome yang dibanggakan Israel disebut tak mampu menahan serangan Hizbullah, kata tiga pejabat Amerika Serikat.

Ketiga, kehebatan intelijen yang ternyata rapuh. Pada Sabtu, 7 Oktober 2023, militan Hamas mengejutkan Israel dan dunia lewat Operasi Badai Al Aqsa. Para pejuang Hamas merangsek memasuki wilayah Israel melalui jalur darat dan udara bersamaan dengan luncuran ribuan roket dari Gaza.

Hingga sepekan serangan Hamas berlalu, masih ada pertanyaan mengganjal di dunia intelijen dan militer, mengapa Israel yang selama ini dikenal unggul dan canggih di bidang intelijen bisa sampai kebobolan?

Kepala Intelijen Militer Israel...

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement