Dalam merespons keadaan demokrasi dan perpolitikan yang runyam, Sunaryo melihat, sikap dan perilaku masyarakat sipil Muslim dengan organisasi-organisasi masyarakat (ormas) Islam justru menciptakan ironi. Ormas Islam yang ada cenderung menjadi alat stempel negara dan tidak peduli dengan keadaan yang terjadi.
Perannya tidak cukup mampu untuk menjaga demokrasi agar tetap tegak berdiri di Indonesia. Padahal, ormas Islam seharusnya memosisikan diri sebagai masyarakat sipil yang menjaga prinsip kemasuk-akalan (reasonableness) dalam demokrasi.
“Kegagalan ini bukan sepenuhnya kesalahan organisasi sipil Islam. Masalah utama adalah, negara tidak memiliki komitmen kuat membangun sistem kehidupan yang demokratis” ujarnya.
Satu soal yang patut menjadi perhatian adalah maraknya relasi patron-client dalam perpolitikan. Yang terjadi kemudian adalah fenomena "siapa yang kasih apa." Ini berlangsung merata, mulai dari level DPRD hingga DPR-RI.
“Negara secara sengaja memapankan relasi patron-client dalam masyarakat sehingga proses emansipasi tidak berjalan” tegasnya.