Sabtu 21 Dec 2024 16:51 WIB

Bung Hatta Usai tak lagi Wapres

Bung Hatta tetap setia pada prinsip dan menyuarakan hati nurani rakyat.

Bung Hatta.
Foto: dok wiki
Bung Hatta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak 1 Desember 1956, Mohammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden lantaran sudah tak sejalan dengan sahabat seperjuangannya, Sukarno.

Dalam risalah Demokrasi Kita yang disusunnya, Bung Hatta menyatakan bahwa "Demokrasi Terpimpin" yang dirumuskan oleh Bung Karno hanya akan seumur dengan usia sang kepala negara.

Baca Juga

"Dampak dari memimpin adalah menderita." Bung Hatta menghayati betul ungkapan itu.

Ketika kembali menjadi rakyat biasa, Bung Hatta tetap mengkritisi sejumlah kebijakan Presiden Sukarno yang dinilainya salah langkah dan cenderung merugikan rakyat Indonesia. Misalnya, terkait cara pemerintah saat itu mengatasi lonjakan inflasi yang sudah mencapai 650 persen.

Bahkan, seperti disebut Mochtar Lubis dalam buku Hati Nurani Melawan Kezaliman, Surat-surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno 1957-1965 (1986), Bung Hatta sendiri merasakan kesulitan dalam memenuhi biaya hidup sehari-hari keluarganya.

Dalam sebuah surat kepada Bung Karno tertanggal 17 Juni 1963, Bung Hatta menuliskan kegelisahannya akan nasib bangsa ke depan.

“Tujuan kita sosialisme, tetapi mismanagement pemerintah dalam hal ekonomi menimbulkan satu golongan kapitalis baru yang memandang dirinya 'orang elite', yang hidupnya mewah dan menganggap dirinya kelas yang diperlukan benar oleh orang-orang pemerintah di pusat dan daerah. Pertentangan kaya dan miskin sangat mencolok mata, belum pernah setajam sekarang ini.” (Lubis, 1986:81).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement