REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengenang gedung lembaganya yang berada di Jalan M. H. Thamrin Nomor 14, Menteng, Jakarta Pusat, sebagai saksi politik identitas. Hal itu diungkapkannya, pada puncak acara Peringatan HUT ke-16 Bawaslu di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Ahad (21/4/2024).
"Gedung Thamrin 14 ini adalah gedung yang menyaksikan begitu bertahannya Badan Pengawas Pemilu menghadapi tantangan politisasi identitas di tahun 2019. Tepuk tangan buat gedung kita ini," kata Bagja, Ahad (21/4/2024).
Bagja menjelaskan, meskipun gedung lembaganya bukan termasuk cagar budaya, tetapi bangunan tersebut menjadi satu-satunya yang pernah dilempar bom. "Gedung ini adalah saksi, dan tidak pernah ada mungkin gedung penyelenggara pemilu yang dilempar bom molotov selain gedung Bawaslu Thamrin 14 ini," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan, bahwa gedung Bawaslu tersebut merupakan saksi sejarah bahwa penyelenggaraan pengawasan pemilu juga mempunyai risiko tersendiri. "Jadi, tidak aman-aman saja. Bukan hanya KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang didemo, tetapi juga gedung Bawaslu pada saat pelanggaran administrasi di tingkat kita pada saat itu di Pemilihan Presiden 2019.
Bagja kemudian mengingatkan, "politisasi identitas bukan dimulai di 2019. Harus diingat, politisasi identitas, politisasi SARA dimulai pada tahun 2017 untuk Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI."
Pada Rabu, 22 Mei 2019, terdapat kerusuhan di depan kantor Bawaslu RI, Jakarta. Sekitar pukul 20.15 WIB, massa yang berada di perempatan Bawaslu RI dan Mandiri Tower mulai memprovokasi tepat sebelum pasukan Brimob yang berjaga di depan Bawaslu akan melakukan pergantian barisan depan. Pelemparan batu, botol petasan, dan bom molotov diarahkan ke arah pasukan keamanan.