Rabu 19 Jun 2024 19:17 WIB

Thailand Legalkan Pernikahan Sejenis, Bagaimana Nasib Umat Islam di Sana?

Muslim yang bermukim di empat provinsi di Thailand dibebaskan dari beleid ini

 Muslim Thailand berpartisipasi dalam upacara keagamaan khusus untuk berdoa bagi kesembuhan Putri Thailand Bajrakitiyabha selama sholat Jumat di Yayasan Pusat Islam Thailand, di Bangkok, Thailand, 23 Desember 2022. Banyak agama termasuk Buddha, Hindu, dan Islam di kerajaan itu doa untuk memberkati Putri Bajrakitiyabha. Putri Thailand dirawat di Rumah Sakit Memorial Raja Chulalongkorn setelah dia jatuh pingsan pada 14 Desember karena gejala terkait jantung, Biro Rumah Tangga Kerajaan mengumumkan pada 15 Desember 2022.
Foto: EPA-EFE/NARONG SANGNAK
Muslim Thailand berpartisipasi dalam upacara keagamaan khusus untuk berdoa bagi kesembuhan Putri Thailand Bajrakitiyabha selama sholat Jumat di Yayasan Pusat Islam Thailand, di Bangkok, Thailand, 23 Desember 2022. Banyak agama termasuk Buddha, Hindu, dan Islam di kerajaan itu doa untuk memberkati Putri Bajrakitiyabha. Putri Thailand dirawat di Rumah Sakit Memorial Raja Chulalongkorn setelah dia jatuh pingsan pada 14 Desember karena gejala terkait jantung, Biro Rumah Tangga Kerajaan mengumumkan pada 15 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parlemen Thailand bersepakat meloloskan beleid pernikahan sesama jenis dalam waktu dekat. Dengan demikian, Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan hal tersebut, sementara di Asia, terlebih dulu sudah ada Nepal dan Taiwan. Namun, ada tiga juta warga Thailand yang beragama Islam. Bagaimana sikap mereka terkait legalisasi pernikahan sesama jenis ini?

Dalam wawancara yang digelar oleh ApakhabarTV asal Malaysia, pada 26 Mei lalu,  anggota parlemen Thailand, Narathiwat Kamonsak Leewamoh, yang juga dikenal sebagai Wan Johan, juru bicara Partai Prachachart, menegaskan, “Undang-undang pernikahan sesama jenis tidak berlaku untuk Muslim di empat provinsi yaitu Satun, Yala, Pattani, dan Narathiwat,” kata dia, Ahad (26/5/2024) malam.

Wan Johan beragama Islam. Partainya, Prachachart, berdiri pada 2018, dan terutama mengusung isu-isu kelompok minoritas, termasuk Muslim Thailand. Partai ini hanya memiliki sembilan kursi dari 500 kursi di parlemen negeri gajah putih itu.

Wan Johan kemudian meminta agar umat Islam di provinsi-provinsi tersebut untuk tidak bingung dengan undang-undang pernikahan sesama jenis. “Anggota parlemen Muslim, khususnya dari Partai Prachachart, menentang undang-undang tersebut. Namun, karena suara kami hanya berjumlah sembilan dibandingkan dengan partai lain, sudah pasti suara kami tidak akan didengar," kata dia.

Wan Johan menambahkan, “Meskipun demikian, sebagai partai dalam pemerintahan saat ini, kami memiliki kelebihan dan kekuatan. Kami mengirim perwakilan ke komite khusus yang merancang undang-undang dan meminta agar dua kalimat dimasukkan."

Ia kembali menegaskan, “Kedua kalimat itu menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak berlaku untuk Muslim di empat provinsi dengan hukum Islam setempat." 

Sebagai catatan, keempat provinsi tersebut memang memiliki aturan hukum Islam, tetapi bukan hukum Syariah. Mereka diatur oleh dewan agama Islam provinsi masing-masing.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement