REPUBLIKA.CO.ID, Upaya hukum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengajukan gugatan atas hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi sejauh ini juga tidak membuahkan hasil. Sepertinya sudah tidak ada jalan lain bagi wakil-wakil PPP bisa masuk DPR RI untuk masa tugas 2024-2029.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Mardiono pada akhir Mei lalu menanggapi MK yang tidak menemukan adanya upaya pengurangan suara PPP di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS). Ia kecewa dengan putusan lembaga yudikatif tersebut.
"Saya kecewa bahwa Mahkamah Konstitusi tidak melakukan pemeriksaan secara komprehensif. Sehingga bisa memberikan rasa keadilan terhadap rakyat yang telah mengamanatkan hak konstitusinya sebagai kedaulatan kepada Partai Pesatuan Pembangunan," ujar Mardiono di Kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Dalam penghitungan internal, PPP mendapatkan 6.343.868 suara pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) lewat penghitungannya memutuskan partainya memperoleh 5.858.907 suara.
Padahal, awalnya PPP berharap MK menjadi gerbang yang membuktikan adanya pengalihan suara partainya ke partai lain di sejumlah daerah. Namun, MK justru tak melanjutkan proses pembuktian PPP sebagai pemohon.
"Sebagai Plt Ketua Umum saya akan pertanggungjawabkan. Saya akan terus berjuang melalui jalur konstitusi, hukum, dan politik untuk memperjuangkan semua aspirasi masyarakat yang telah diberikan kepada PPP," ujar Mardiono.
"Kepada seluruh kader PPP saya meminta untuk tetap teguh dan turut mengawal perjuangan yang belum selesai ini, dan kita akan terus berjuang mengamankan suara rakyat, suara umat," sambungnya.
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menilai upaya PPP untuk mencapai ambang batas parlemen sebesar 4 persen agar bisa masuk Senayan tidak dapat tercapai. Menurut dia, itu merupakan konsekuensi dari MK yang tidak dapat menerima sejumlah permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 yang diajukan oleh partai tersebut.
Hasyim menyatakan tidak ingat perkara PPP mana saja yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim MK. Namun, ia menyoroti salah satu perkara yang paling menonjol.
“Yang paling menonjol di Jawa Barat tadi ada 19 kabupaten/kota di Jawa Barat dan oleh Mahkamah dinyatakan, seingat saya tadi ya, tidak bisa lanjut ke pemeriksaan pembuktian,” ujar Hasyim belum lama ini.