Kamis 13 Jun 2024 10:12 WIB

Terjawab Salah Satu Sebab UKT PTN Mahal, Ada Kaitan dengan Anggaran Besar Kampus Kedinasan

Temuan KPK dinilai bisa jadi pijakan untuk mengevaluasi alokasi anggaran pendidikan.

Aksi unjuk rasa di depan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kamis (19/1/2023). Aksi ini sebagai bentuk solidaritas meninggalnya mahasiswa UNY, Nur Riska yang berjuang meminta keringanan UKT.
Foto:

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan sebelumnya mengungkapkan alasan tingginya UKT di PTN. Polemik tingginya UKT di kampus negeri itu setiap tahun selalu membuat gaduh, hingga tahun ini kenaikan UKT dibatalkan pemerintah.

Pahala menyebut, subsidi untuk kampus negeri di bawah Kemendikbudristek angkanya jauh di bawah subsidi yang diberikan untuk kampus yang dikelola kementerian/lembaga, yang akrab di telinga masyarakat sebagai kampus kedinasan. Inilah yang diyakini sebagai salah satu sebab UKT yang dibebankan ke mahasiswa menjadi tinggi, karena subsidi untuk PTN angkanya relatif kecil.

Pahala mengilustrasikan, di PTN, satu mahasiswa harus membayarkan 10 untuk menyelesaikan pendidikannya. Menurutnya, negara harusnya bisa menyubsidi hingga 7, tapi realisasinya ternyata hanya 3. “Yang 7 disuruh cari sendiri, lewat orang tua,” kata Pahala di Gedung Merah Putih KPK.

Menurut Pahala, anggaran pendidikan untuk perguruan tinggi ternyata jauh lebih banyak dialokasikan untuk kampus kedinasan di bawah kementerian/lembaga. “Kita lihat berapa sih yang ke siswa, ke mahasiswa PTN, ternyata cuma Rp 7 triliun. Sementara Rp 32 triliun ada di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian dan lembaga,” lanjut dia.

Pahala menyebut, temuan KPK ini juga sama dengan Bappenas. Menurut dia, Bappenas menemukan, anggaran negara untuk satu mahasiswa hanya Rp 3 juta per mahasiswa per tahun. Jumlah subsidi tersebut jauh di bawah mahasiswa atau peserta didik di kampus kedinasan.

“Perguruan tinggi di kementerian/lembaga nggak ada yang lebih kecil dari Rp 16 juta. Kita nemu yang Rp 20 juta satu semester biayanya gitu, ya kan enggak fair banget gitu kan,” ujar Pahala.

“Kalau mau pure dikelola oleh kementerian/lembaga, dia harus jadi PNS. Kedua, ilmunya memang spesifik kayak Akpol, Akmil, IPDN, itu kan spesifik ilmunya, itu silakan,” ujar Pahala.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement