Senin 10 Jun 2024 10:03 WIB

Begini Keterkaitan Harun Masiku dan Hasto yang Terekam dalam Dakwaan Suap Komisioner KPU

KPK kembali gencar memeriksa orang-orang yang diduga tahu persembunyian Harun Masiku.

Rep: Tim Republika/ Red: Mas Alamil Huda
Pegiat antikorupsi mengenakan topeng Harun Masiku dalam unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
Foto:

Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di restoran di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019, dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari.

Pada 17 Desember 2019, Saeful memberitahukan kepada Agustiani soal surat yang pernah dikirimkan ke Wahyu yang pada pokoknya memohon agar KPU melaksanakan penggantian anggota DPR-RI dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Saeful Bahri meminta bantuan agar surat tersebut dapat diawasi langsung prosesnya di KPU. Terdakwa II lalu meneruskan permintaan itu kepada terdakwa I, yang kemudian mengarahkan agar surat tersebut diantar Saeful ke stafnya di KPU RI yang bernama Retno Wahyudiarti," kata jaksa lagi.

Uang diserahkan pada hari yang sama dari Harun Masiku kepada Saeful sebesar Rp 400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai down payment. Uang diberikan melalui Agustiani Tio di Plaza Indonesia, sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan Donny masing-masing Rp 100 juta.

Namun pada hari yang sama, Wahyu, Agustiani, dan Saeful juga bertemu di Mal Pejaten Village. Saeful kembali meminta Wahyu untuk membantunya dan dijawab "Iya saya upayakan".

"Setelah mendapat jawaban kepastian dari terdakwa I, selanjutnya Saeful Bahri pamit meninggalkan pertemuan, setelah sebelumnya mengambil kelebihan satu lembar uang 1.000 dolar Singapura dari terdakwa II, karena uang yang telah diserahkan ternyata kelebihan jumlahnya, sebab sesuai kurs saat itu seharusnya hanya 19 ribu dolar Singapura," ungkap jaksa Takdir.

Setelah Saeful pergi, Agustiani menyerahkan uang sejumlah 19 ribu dolar Singapura dengan mengatakan "Mas ini ada dana operasional". Wahyu hanya menerima 15 ribu dolar Singapura dan sisanya untuk Agustiani.

Pada 26 Desember 2019, Harun Masiku meminta Saeful mengambil uang Rp 850 juta. Dari jumlah tersebut, Rp 400 juta ditukarkan menjadi 38.500 dolar Singapura untuk diberikan sebagai DP II bagi Wahyu, sedangkan sisanya Rp 170 juta diberikan kepada Donny Tri dan sisanya untuk operasional Saeful.

Saeful menyerahkan 38.350 dolar Singapura kepada Agustiani pada hari yang sama di Mal Pejaten Village. Selain itu, Agustiani juga mendapat Rp 50 juta dari relasi Saeful bernama Donfri Jatmika. Agustiani melaporkan penerimaan uang kepada Wahyu, dan Wahyu meminta agar uang tetap disimpan Agustiani.

"Dalam upaya memenuhi permintaan Saeful Bahri, terdakwa I menyampaikan kepada anggota KPU RI lainnya yang sama-sama mempunyai kewenangan dalam menerbitkan keputusan terkait hasil pemilu, agar terhadap surat permohonan tersebut segera ditindaklanjuti dengan alasan karena 'di luar sudah ramai'," ujar jaksa Takdir.

Pada 6 Januari 2020, Wahyu Setiawan bersama dengan anggota KPU Hasyim Asyari bertemu dengan Agustiani Tio di Kantor KPU RI. Agustiani menayakan proses PAW untuk Riezky diganti Harun Masiku. Dan dijawab Hasyim Asyari karena posisi Riezky telah dilantik maka mekanisme penggantiannya harus melalui PAW yang diajukan pimpinan DPR kepada KPU, bukan diajukan DPP PDIP.

KPU lalu mengirim surat kepada DPP PDIP yang intinya menyatakan bahwa KPU tidak dapat memenuhi permohonan PAW atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku, karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima dari Saeful, yaitu sejumlah Rp 50 juta ke rekening BNI atas nama Wahyu. Namun, sebelum uang ditransfer, Agustiani dan Wahyu diamankan petugas KPK dengan menyita 38.350 dolar Singapura.

Kasus ini kemudian bergulir hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Majelis hakim memperberat putusan pidana penjara Wahyu dari semula 6 tahun di tingkat banding menjadi 7 tahun. Tak hanya pidana badan, majelis hakim juga memperberat denda yang dijatuhkan terhadap Wahyu menjadi Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan, dari semula Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan. Kini, Wahyu sudah menghirup udara bebas pascamenuntaskan masa hukuman penjaranya setelah dikurangi remisi.

Dalih KPK waktu itu. Baca di halaman selanjutnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement