REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, Indonesia saat ini mengalami situasi darurat konstitusi akibat upaya penggelembungan kekuasaan atau disebut executive aggrandisement. Hal itu dia sebut berdampak besar pada kebebasan ruang sipil.
“Fenomena ini terjadi melalui penggunaan hukum dan aparatnya sebagai senjata untuk menghadapi kritik. Padahal kritik itu perlu guna memastikan sistem checks and balances berfungsi baik," kata Usman pada siaran pers, Sabtu (28/9/2024).
Dia mengatakan, negara harus menjamin aktor masyarakat sipil aktif memberi saran, kritik dan masukan ke pemerintah dan swasta. Sekaligus juga menawarkan ruang dialog konstruktif dalam memastikan demokrasi membawa manfaat bagi hak asasi, keadilan sosial, dan lingkungan hidup yang sehat.
Hal itu dia sampaikan di Indonesia Civil Society Forum (ICSF) yang digelar pada 25-26 September 2024. Pada kegiatan itu diungkapkan, demokrasi dan penyempitan ruang sipil di Indonesia semakin memburuk.
Berdasarkan data The Economist Intelligence Unit (EIU), indeks kebebasan sipil Indonesia pada tahun 2023 turun signifikan menjadi 5,29 dari indeks 6,18 pada tahun 2022. Peringkat kebebasan pers Indonesia juga turun 11 peringkat ke peringkat 108 dari 180 negara.
Salah satu indikator dari penyempitan ruang sipil adalah banyaknya represi terhadap ruang gerak masyarakat sipil. Lusty Ro Manna Malau, pendiri Perempuan Hari Ini, menceritakan pengalamannya ketika menerima kekerasan dan intimidasi akibat kerja advokasi yang dilakukan masyarakat sipil.
“Beberapa organisasi di Medan pernah mendapat serangan bom molotov pasca membahas revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi serta UU Cipta Kerja,” ujar Lusty.