REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto untuk kooperatif menghadiri panggilan pemeriksaan tim penyidik pada Senin (10/6/2024).
"Kami berharap yang bersangkutan (Hasto Kristiyanto--red) hadir sesuai jadwal pemanggilan dimaksud," kata Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).
KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada Senin (10/6/2024). Hasto Kristiyanto bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019–2024 dengan tersangka eks caleg PDIP Harun Masiku.
"Yang bersangkutan (Hasto Kristianto) dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 10 Juni 2024 pukul 10.00 WIB," ujar Ali.
Tim penyidik memanggil Hasto guna mengonfirmasi informasi baru soal dugaan keberadaan Harun Masiku. Apalagi KPK tengah kembali gencar mencari keberadaan Harun Masiku
Diketahui, tim penyidik KPK sudah mengonfirmasi keberadaan Harun Masiku kepada sejumlah saksi seperti Advokat Simeon Petrus, hingga Mahasiswa atas nama Hugo Ganda dan Melita De Grave. KPK menegaskan tidak pernah berhenti untuk mencari DPO. KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada pekan depan.
Harun Masiku diketahui merupakan eks caleg PDIP yang terjerat perkara dugaan suap dalam PAW anggota DPR periode 2019-2024. Harun diduga menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai anggota DPR. Tapi, sejak OTT terhadap Wahyu dan sejumlah pihak lain pada 8 Januari 2020 hingga saat ini, Harun Masiku masih buron. Bahkan, Wahyu sudah menghirup udara bebas pasca menuntaskan masa hukuman penjaranya.
Di sisi lain, Hasto Kristiyanto memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk diperiksa dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong pada Selasa (4/6/2024) sekitar pukul 10.00 WIB. Dalam kasus ini, Hasto diperiksa terkait dugaan penghasutan dan/atau menyebarkan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang membuat berita bohong seperti yang dimaksud dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 28 Ayat (3) junto Pasal 45A ayat (3) UU ITE.