Palestina tak punya tradisi panjang sepak bola. Kendati demikian, olahraga ini adalah yang paling populer di kalangan warga Palestina, bahkan sebelum berdirinya Israel pada 1948 dan pengusiran warga Palestina, sebuah peristiwa yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai “Nakba,” atau “Malapetaka”.
Pada kualifikasi Piala Dunia 1934 dan 1938, tim itu bermain di bawah label Wilayah Mandatori Palestina, wilayah yang meliputi seluruh yang dikuasai Israel serta Gaza yang terkepung dan Tepi Barat yang dijajah.
Sebuah tim yang seluruhnya berasal dari Arab didirikan pada 1931, juga dengan nama Palestina. Meskipun tim tersebut berkompetisi selama beberapa dekade di Pan-Arab Games, tim tersebut tidak diakui di luar wilayah tersebut. Saat ini 139 negara mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Pada 1998, FIFA mengakui Palestina sebagai anggota penuh. Tim muda itu mengejutkan banyak orang pada 1999 ketika menempati posisi ketiga di Pan-Arab Games.
يريدونها إبادة جماعية ونريدها تثبيتاً للوجود والحضور والهوية في شتى المحافل العالمية من رحم المعاناة نصنع الإنجازات الف مبروك نجوم الفدائي منتخب #فلسطين التأهل التاريخي للتصفيات النهائية المؤهلة للمونديال القادم .. هاردلك للأشقاء منتخب #لبنان pic.twitter.com/RMd1shBmBf
— Ibrahim Khadra (IbrahimKhadra) June 6, 2024
Sejak 2007, pengelolaan wilayah Palestina terbagi dua setelah Israel dan negara-negara Barat menolak mengakui kemenangan Hamas dalam pemilu Palestina 2006. Gaza dikelola oleh pemerintahan Hamas sementara Tepi Barat dikelola sebagian oleh Otoritas Palestina sementara tetap diduduki secara militer oleh Israel.
Dengan latar itu, al-Fida’in jadi pemersatu. Ada pemain yang berasal dari Gaza, ada yang dari Tepi Barat, ada juga dari Yerusalem. Ada juga dari warga Arab yang tinggal di garis hijau dan sempat resmi berkewarganegaraan Israel. Lainnya adalah pemain diaspora hasil migrasi setelah pengusiran oleh Israel.
“Singkatnya tim ini adalah juga kisah Palestina selama 76 tahun terakhir,” kata Mikdadi, pendiri laman FootballPalestine.com.