Kamis 06 Jun 2024 07:23 WIB

Pakar Sindir Kinerja Bawaslu dalam Pengaduan Kecurangan Pemilu, Sebut 'Macan Ompong'

Caleg yang merasa dicurangi mengeluh laporannya tak ditindaklanjuti.

Caleg Partai Gerindra, M.B. Setiadharma.
Foto:

 

Sebagai informasi, pada 5 April 2024, Setiadharma mengajukan surat telah terjadi dugaan tindak pidana pelanggaran Pemilu berupa hilangnya perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Dapil 4 Jawa Tengah. Kecurangan diduga terjadi di TPS Sambungmacan di Kabupaten Sragen dan TPS Baturetno di Kabupaten Wonogiri dengan lampiran berkas bukti-bukti temuan. 

Kemudian pada 16 Mei 2024, Bawaslu Jateng menyampaikan surat pemberitahuan kepada Setiadharma bahwa laporan yang diberikan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran Pemilu. "Laporan saya dan fakta-fakta telah terjadi pelanggaran Pemilu tiba-tiba dihentikan dengan alasan tidak memenuhi unsur pelanggaran," kata Setiadharma. 

Kader Gerindra tersebut, dalam surat yang ditujukan ke Bawaslu tertanggal 27 Mei 2024, mempertanyakan tindakan Bawaslu Jateng yang tidak transparan. Selain itu tindakan penghentian laporan juga terasa janggal.

"Surat dari Bawaslu Jateng itu pada pokoknya hanya memuat status dihentikan, tetapi tidak memuat alasan dan pertimbangan hukum atas dasar apa laporan saya dihentikan," katanya. 

Menurut Setiadharma, Bawaslu Jateng merupakan instrumen negara yang seharusnya mengikuti prosedur hukum dan menjalankan tata pemerintahan yang baik. Bagaimana mungkin, lanjut Setiadharma, Bawaslu Jateng menyatakan suatu keputusan tanpa memberi keterangan faktual (temuan bukti) dan normatif (aturan) yang mendasari keputusan tersebut.

"Ini menunjukkan dengan nyata keputusan Bawaslu Jateng sewenang-wenang, suatu keputusan yang tanpa dasar sama sekali," katanya. 

Ia menilai Bawaslu Jateng tak transparan dalam memeriksa, mengkaji dan memutuskan laporan.  Setiadharma berharap Bawaslu Jateng segera memeriksa, mempertimbangkan kembali keputusannya. "Saya juga memohon tindakan terhadap Terlapor sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," katanya lagi. 

Macan ompong

Menanggapi kasus kecurangan Pemilu, terkait raibnya perolehan suara para caleg, termasuk yang dialami Setiadharma di TPS, Luthfi mengatakan tugas utama Bawaslu memang bukan "badan penerima laporan".

Tugas utama Bawaslu, menurut Undang-undang (UU) Pemilu no 7 Tahun 2017, Pasal 454 ayat 2, sesuai dengan namanya, adalah badan pengawas.

Menurut Luthfi, poin penting di situ disebutkan bahwa pengawasan itu harus aktif. Bawaslu dari awal harus kritis dan pro aktif dari sejak pencegahan terjadinya kecurangan dalam Pemilu. Tapi sayang, kata ia, perangkat institusi Pemilu yang ada semuanya memble, hanya jadi macan ompong. 

"Jika ada kasus hukum, jawaban klasik Bawaslu selalu 'dihentikan karena tidak memenuhi unsur pelanggaran'. Bawaslu selalu cuci tangan, hanya terima laporan tok. Mestinya sejak dini sudah diantisipasi kemungkinan adanya kecurangan," kata Luthfi yang dikenal juga sebagai pendiri Indonesian Hajj and Umroh Watch (IHUW) ini. 

Sebab itulah, Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia 2019 – 2024, ini menilai keberadaan Bawaslu harus dievaluasi total jangan hanya menjadi aksesori belaka. "Bahwa Pemilu kita ini demokratis dengan adanya lembaga-lembaga seperti KPU, Bawaslu, DKPP dan Gakumdu. Padahal semuanya cuma penghias demokrasi saja, tidak substantif," kata Luthfi.

Adapun caleg Gerindra,  Setiadharma berharap Bawaslu Jateng segera memeriksa dan mempertimbangkan kembali keputusannya. "Saya juga memohon tindakan terhadap Terlapor sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” imbaunya. 

 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement