REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi memata-matai dan pembuntutan satuan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, diikuti aksi konvoi kekuatan terbuka Brimob Polri di lingkungan Kejasaan Agung (Kejakgung), dinilai bukan cuma bentuk penyalahgunaan kewenangan.
Bantuan Hukum Pengacara Jalanan juga menilai, aksi-aksi dari satuan elite kepolisian terhadap Korps Adhyaksa tersebut diduga sebagai bentuk obstruction of justice atau upaya perintangan penyidikan atas perkara korupsi yang saat ini dalam pengusutan di Jampidsus Kejagung. Apalagi, Jampidsus sedang mengusut kasus korupsi izin timah yang merugikan negara sampai Rp 271 triliun.
Anggota Bantuan Hukum Pengacara Jalanan, Sumadi Atmadja menyebut, rentetan aksi pembuntutan dan pamer kekuatan kepolisian sebagai reaksi atas pengusutan sejumlah kasus korupsi pertambangan. Tim Jampidsus Kejagung mengusut kasus besar, yang bisa jadi bersentuhan dengan orang penting di negeri ini.
"Kami mendukung penuh Kejaksaan Agung untuk terus mengusut dan membongkar mega korupsi pertambangan yang telah merugikan negara ratusan triliun, serta mendukung penangkapan pelaku-pelaku korupsi pertambangan, beserta oknum-oknum pelaku pembekingannya," kata Sumadi dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Senin (27/5/2024).
"Dan penguntitan yang dialami oleh Jampidsus Febrie Adriansyah yang dilakukan oleh personel Densus 88 Antiteror serta konvoi tidak lazim oknum-oknum Densus 88 dan Brimob di Kejaksaan Agung diduga kuat (adalah) intimidasi dan obstruction of justice atas penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait korupsi-korupsi di pertambangan," ucap Sumadi melanjutkan.
Menurut dia, pengusutan kasus yang dalam empat tahun terakhir ditangani Jampidsus Kejagung sudah menunjukkan adanya keseriusan dalam penegakan hukum di Indonesia terhadap korupsi. Terutama, kasus korupsi di sektor pertambangan. "Dan hal tersebut (penguntitan dan konvoi) wajib diusut dan diproses secara hukum terhadap pelaku, dan dibalik pelaku aksi-aksi tersebut," ujar Sumadi.
Dia menyebut, Jampidsus saat ini sedang menangani kasus korupsi terbesar berupaya penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung. Jampidsus juga mengusut perkara korupsi pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Juga pertambangan batubara di Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim). Sebelumnya Jampidsus juga berhasil mengungkap megakorupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya dan PT ASABRI yang merugikan keuangan negara masing setotal Rp 16,8 triliun dan Rp 22,78 triliun.
Baru-baru ini, Jampidsus berhasil membongkar perkara korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur Based Tranciever Station (BTS) 4G Bakti Kemenkominfo yang merugikan negara Rp 8,03 triliun. Juga keberhasilan Jampidsus dalam mengusut tindak pidana korupsi pengalihan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang juga merugikan negara puluhan triliun.
Berbagai catatan keberhasilan Jampidsus tersebut, menurut Sumadi, membawa langkah yang positif dalam pemberantasan korupsi. Di sisi lain, kata Sumadi, sebetulnya hal tersebut juga menunjukkan Indonesia yang masih dalam status darurat korupsi.
Langkah positif yang dilakukan Jampidsus dalam darurat korupsi tersebut, menurut Sumadi, tentunya harus didukung oleh Polri sebagai sesama aparat penegak hukum. Namun aksi sepihak Densus 88 dan Brimob Polri, sambung dia, seperti melakukan upaya penghalang-halangan.
Bahwa dalam keadaan darurat korupsi itu, sehingga upaya serius penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi oleh Jampidsus Kejagung tersebut wajib didukung. Dan upaya penghambatan bagi pemberantasan korupsi adalah merupakan obstruction of justice yang wajib untuk dilawan," kata Sumadi.
Dia mengatakan, aksi sepihak Densus 88 Polri dalam penguntitan dan pamer kekuatan terhadap Jampidsus Kejagung sejatinya memang sudah melanggar konstitusi, serta juga tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Pasalnya, Pasal 23 ayat (2) Peraturan Presiden (Perpres) 5/2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian menyebutkan, Densus 88 Antiteror hanya bertugas menyelenggarakan kegiatan intelijen, pencegahan, penindakan, penyidikan, identifikasi, serta sosialisasi untuk hanya satu jenis tindak pidana.
Adapun pidana yang dimaksud adalah terorisme. "Sehingga penguntitan Jampidsus, dan aksi konvoi berlebihan Densus 88 Antiteror di Kejaksaan Agung sudah melampaui kewenangannya, atau disebut sebagai abuse of power," kata Sumadi.
Densus tertangkap basah...