REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Hari Buku Nasional yang diperingati tiap 17 Mei, Perpustakaan Nasional mengungkapkan bahwa pelanggaran hak cipta menjadi persoalan klasik di dunia perbukuan. Masyarakat pun diserukan untuk melawan pembajakan dan pelanggaran hak cipta dengan membeli atau mengakses buku-buku legal.
"Perpusnas mengajak supaya masyarakat membeli, menggunakan, dan mengakses buku-buku yang legal, karena kalau masyarakat mengakses buku tidak legal, akibat dari pembajakan itu akan merugikan kreativitas dari para penulis buku," kata Pelaksana Tugas Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) E Aminudin Azis saat ditemui di Gedung Perpusnas, Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Menurut Aminudin, selain merugikan penulis, membeli buku-buku bajakan juga bisa merugikan penerbit dan masyarakat sebagai pembaca. Sebab, yang diserang sesungguhnya adalah pemikiran masyarakat.
"Artinya, mereka berpikir, ya, sudahlah, kita manfaatkan walaupun tidak legal. Ini kan pemikiran yang negatif begitu," ucapnya.
Untuk itu, Aminudin mengimbau masyarakat untuk mengakses buku-buku yang hak ciptanya sudah jelas. Hindari tindakan membajak buku.
Sementara itu, penulis yang juga penggerak Taman Bacaan Masyarakat, Maman Suherman, juga menyoroti pentingnya melindungi para penulis dari ancaman pembajakan. Ia menyebut, apresiasi pada profesi penulis di Indonesia juga masih rendah.
"Memang apresiasi terhadap penulis masih rendah, di satu titik lebih rendah lagi kalau kita lihat penulis itu karyanya tidak dilindungi dan tidak dikawal baik-baik, sehingga buku saya contohnya, yang (harganya) Rp 90 ribu, orang bisa beli di toko daring dengan harga Rp 3.000-Rp 4.000, itu buku bajakan," katanya.