REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta wilayah Sumatra Barat (Sumbar) segera memiliki sistem peringatan dini bencana banjir bandang ataupun lahar dingin Gunung Marapi. Bencana tersebut dinilai sangat rawan melanda daerah itu.
"Peringatan dini atau early warning system bencana banjir bandang maupun lahar dingin itu mesti berfokus pada pengamatan wilayah aliran sungai yang ada di Sumatra Barat," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Bukittingi, Sumatra Barat, Kamis (16/5/2024).
Ia menjelaskan, selama ini peringatan dini bencana banjir di Sumatra Barat hanya mengandalkan hasil analisa dan prakiraan cuaca yang diterbitkan oleh BMKG. Sementara, berdasarkan hasil evaluasi atas bencana banjir lahar dingin pada 11 Mei 2024, peringatan dini dari hasil analisa cuaca BMKG tersebut tidak cukup untuk menggambarkan secara langsung kepada masyarakat bagaimana besarnya dampak yang ditimbulkan dari potensi hujan yang terdeteksi.
"Pendeteksian BMKG itu menggunakan satelit mencakup seluruh wilayah yang terpantau berpotensi hujan sedang-deras. Sementara saat banjir lahar yang lalu di wilayah hilir beberapa tidak hujan tapi hujan nya di hulu, dan ini yang kurang tersampaikan kepada masyarakat jadi kami rekomendasikan untuk ada peringatan dini khusus sungai," kata dia.
Berdasarkan peta dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diterima oleh BMKG diketahui Sumatra Barat memiliki setidaknya sebanyak 25 aliran sungai yang bagian hulunya berada di wilayah Gunung Marapi. Semua aliran sungai tersebut, menurutnya berpotensi menimbulkan bencana banjir bandang dan banjir lahar dingin seiring masih adanya potensi hujan intensitas sedang-deras hingga tanggal 22 Mei 2024. Selain itu, masih banyak material vulkanik mengendap di puncak-lereng Gunung Marapi yang erupsi beberapa pekan lalu.
Pada pelaksanaan teknis bentuk sistem peringatan dini yang dibutuhkan itu mulai dari mendirikan bendungan pengendalian aliran endapan atau Sabo Dam di sisi hulu ke-25 aliran sungai, hingga membuat sirene atau suar tanda bahaya yang bisa direspons langsung oleh masyarakat. "Dalam hal ini mungkin pihak Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai di Sumatra Barat untuk menindaklanjutinya, sehingga bisa mereduksi dampak yang ditimbulkan oleh bencana itu di kemudian hari," ujarnya.