Kamis 16 May 2024 05:44 WIB

Banjir Bandang Sumbar yang Mematikan: Pemerintah Lengah, Padahal Sudah Diberi Peringatan

Menko PMK Muhadjir Effendy mengakui agak lengah terkait banjir bandang di Sumbar.

Warga berada di depan mobilnya yang diterjang banjir bandang di Jorong Galudua, Nagari Koto Tuo IV Koto, Agam, Sumatera Barat, Rabu (15/5/2024). Banjir bandang yang terjadi pada Sabtu (11/05/2024) dari aliran sungai Gunung Singgalang itu juga mengakibatkan sejumlah bangunan dan fasilitas umum di kampung tersebut hancur.
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Warga berada di depan mobilnya yang diterjang banjir bandang di Jorong Galudua, Nagari Koto Tuo IV Koto, Agam, Sumatera Barat, Rabu (15/5/2024). Banjir bandang yang terjadi pada Sabtu (11/05/2024) dari aliran sungai Gunung Singgalang itu juga mengakibatkan sejumlah bangunan dan fasilitas umum di kampung tersebut hancur.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro

Banjir bandang yang juga membawa material lahar dingin hasil erupsi Gunung Marapi yang terjadi pada Sabtu (11/5/2024) terbilang sangat mematikan, lantaran hingga Rabu (15/5/2024) tercatat 58 warga dari beberapa wilayah di Sumatera Barat (Sumbar) meninggal dunia. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui pemerintah agak lengah terkait bencana banjir bandang tersebut.

Baca Juga

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa mencari solusi yang permanen, utamanya bagaimana mengatasi lahar dingin dari Gunung Marapi, itu yang utama. Memang sudah bisa dipastikan sebetulnya kalau habis erupsi, kemudian ada banjir, itu pasti nanti akan diikuti, yang itu yang kemarin mungkin agak lengah kita, dan ini menjadi pelajaran yang sangat berharga walaupun sangat menyakitkan," kata Muhadjir, di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Ahli Geologi dan Vulkanologi Sumbar Ade Edward mengatakan, peringatan akan dampak erupsi Gunung Marapi kepada pemerintah sudah diberikan sejak awal erupsi terjadi. Menurut dia, sebelum terjadinya banjir bandang, warga telah meminta aparat pemerintahan untuk melakukan sosialisasi terkait langkah mitigasi apabila terjadi bencana, tapi tidak kunjung dilakukan. 

“Sejak awal itu sudah diingatkan. Ketika 3 Desember itu terjadi erupsi Marapi,” tutur Ade kepada Republika lewat sambungan telepon, Rabu (15/5/2024).

Ade mengatakan, bentuk kelengahan pemerintah sejatinya sudah terlihat dengan jatuhnya 24 korban jiwa akibat erupsi Gunung Marapi. Di mana, ketika itu status gunung tersebut ada di level Siaga, yang mana terlarang bagi wisatawan untuk memasuki kawasan tersebut dalam radius 3 km. Tapi, ternyata mereka diizinkan untuk berwisata ke puncak Gunung Marapi. 

“Padahal itu adalah daerah terlarang itu dimasuki. Karena status itu masih siaga. Itu dilarang memasuki kawasan 3 km. Tetapi diizinkan oleh pemerintah daerah untuk wisata ke puncak Marapi. Itu bukti pertama kelalaian,” kata Ade.

Dari kejadian erupsi tersebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperluas daerah yang dilarang untuk dimasuki menajdi radius 4,5 km dari puncak. Tak lama dari sana juga dibuat prediksi daerah mana saja yang berisiko terkena ancaman banjir lahar akibat erupsi.

“Akhirnya keluarlah peta itu. Versi terbaru. Desember minggu ketiga rasanya sudah selesai. Dengan permodelan yang paling baiklah rasanya di Indonesia saat ini,” jelas dia.

Data tersebut kemudian diberikan dan disosialisasikan kepada para pegiat bencana Sumbar dan komunitas serupa untuk disosialisasikan lebih lanjut. Itu juga dilakukan untuk membantu pemerintah daerah dalam menyiapkan perencanaan mitigasi. Dari sana, pegiat bencana dan komunitas mengonversi data tersebut menjadi versi aplikasi yang dapat digunakan di ponsel pintar.

“Januari sudah selesai. Sudah kita rilis. Dan kita update terus. Sampai sekarang, di mana lokasi, korban, itu ada di Google Maps. Versi yang kita rilis itu 24 jam kita perbarui terus datanya. Namun, itu tidak diitndak lanjut,” ungkap Ade.

Upaya pencegahan dan kesiapsiagaan tak kunjung dilakukan, terjadilah banjir pertama sekitar April 2024. Ade mengaku, dia dan pegiat lainnya terus mengingatkan pemerintah akan pentingnya pencegahan dan kesiapsiagaan akan dampak lanjutan dari erupsi Gunung Marapi tersebut. 

“Ironinya setelah banjir bandang pertama itu, BNPB itu mengadakan peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana di Padang. Dengan tema kesiapsiagaan gempa-tsunami. Kan ironis sekali. Yang siaganya itu Marapi. Kok latihan kesiapsiagaannya gempa-tsunami? Yang kebutuhan masyarakat kan harusnya mitigasi persepsiagaan Merapi. Dan itu tidak dilakukan sama sekali,” kata dia. 

Menurut dia, sebelum terjadi banjir bandang akibat lahar dingin beberapa hari lalu pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memberikan peringatan. Tapi, lagi-lagi tidak ada tindak lanjut akan peringatan tersebut. Padahal, pada masa itu pula, masyarakat desa di sekitar Marapi beserta relawan juga sudah meminta untuk diberikan pemahaman tentang upaya mitigasi bencana.

“Masyarakat desa itu sudah meminta untuk diberikan sosialisasi, pemahaman bagaimana upaya-upaya. Tidak direspons sama sekali. Jadi kalau menurut saya, Pak Muhajir itu bilang begitu (lengah), benar adanya,” kata dia.

 

photo
10 kebiasaan siaga bencana - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement