REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta melakukan penertiban terhadap para juru parkir (jukir) liar di Jakarta dengan tindakan persuasif dan edukatif selama satu bulan sejak Rabu (15/5/2024). Nantinya, usai satu bulan, jukir-jukir liar yang masih beroperasi dan dianggap mengganggu warga akan dikenai pasal ketertiban umum.
“Satu bulan ini tindakannya humanis persuasive, setelah itu tentu kita mengenakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum,” kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta Syafrin Liputo.
Syafrin menjelaskan, dalam Pasal 10 dan 11 beleid tersebut diatur mengenai larangan terhadap orang untuk memungut biaya pakir di jalan tanpa adanya izin dari gubernur Jakarta. Atas larangan itu, ada kejelasan mengenai sanksinya yang termaktub dalam Pasal 61.
“Sanksinya di dalam Pasal 61 sudah disebutkan bahwa tindakannya termasuk dalam tindak pelanggaran, yang kemudian bisa dalam bentuk kurungan 10 (hari) sampai dengan maksimum 60 hari, atau denda sebesar Rp 100 ribu sampai dengan Rp 20 juta,” tuturnya.
Syafrin menegaskan tidak adanya sidang tindak pidana ringan (tipiring) di tempat pada masa penertiban satu bulan ke depan ini. Lebih lanjut, dia menyebut bahwa para jukir liar yang dijaring akan didata, kemudian dibina. Pembinaan itu bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) Jakarta.
“Hasil pendataan ini kami akan langsung koordinasikan dengan Disnakertransgi Provinsi DKI Jakarta. Nanti mereka akan menginventarisir minat dan bakat para jukir, kemudian menyiapkan pendidikan dan latihan atau pelatihan keterampilan. Saya berharap tidak semuanya menyatakan passion-nya juru parkir liar, karena kita siapkan diklat kepada mereka tidak sebagai juru parkir,” ujarnya.