Selasa 14 May 2024 20:16 WIB

Empat Remaja Sumsel Jadi Korban TPPO di Surabaya, Dipaksa Layani 20 Pria per Hari

Polisi menyebut empat remaja yang berkategori dipekerjakan jadi PSK tanpa dibayar

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Satreskrim Polrestabes Surabaya membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dimana korbannya merupakan empat anak asal Sumsel yang diperbudak menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Satreskrim Polrestabes Surabaya membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dimana korbannya merupakan empat anak asal Sumsel yang diperbudak menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Satreskrim Polrestabes Surabaya membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dimana korbannya merupakan empat anak asal Sumsel yang diperbudak menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono mengungkapkan, keempat korban yang rata-rata usianya masih 15 hingga 17 tahun dipekerjakan tanpa dibayar. Setiap harinya mereka harus melayani 10 hingga 20 pria hidung belang.

Hendro menjelaskan, kasus ini terungkap setelah salah satu korban melapor ke Mapolrestabes Surabaya, dengan nomor LP:442/B/ VI/ RES.1.24/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/ POLDA JAWA TIMUR pada Senin (6/5/2024). Polisi pun langsung melakukan penyelidikan dan seorang muncikari berinisial YY (24) asal Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Ia dibekuk bersama enam anak buahnya.

"Tersangka YY sebagai muncikari dibantu enam tersangka lain sebagai bawahan yang bekerja sebagai admin atau joki dengan peran mencari tamu melalui aplikasi," kata Hendro di Mapolrestabes Surabaya, Selasa (14/5/2024).

Hendro memaparkan, tersangka YY menjual keempat korban sebagai PSK sejak Januari 2024. Untuk memperlancar aksinya, YY memesan dua unit apartemen di Surabaya sebagai basecamp. Setiap harinya, pada pukul 12.00 WIB, YY mendatangkan ahli make up untuk merias para korban. Kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, anak buahnya yang telah ditetapkan tersangka dan korban disebar menuju hotel yang sudah ditentukan YY.

Setiap harinya, tersangka YY memesan lima kamar hotel. Empat kamar digunakan untuk korban melayani tamu. Sedangkan satu kamar lainnya digunakan sebagai kantor para joki sebagai operator untuk mencari tamu melalui aplikasi.

"Rata-rata masing-masing korban melayani 10-20 tamu per hari, dengan jam operasional sejak pukul 15.00 hingga 03.00 WIB dini hari. Setelah aktivitas selesai, mereka kembali ke apartemen B," ujarnya.

Hendro mengungkapkan, rata-rata tarif yang dibebankan kepada tamu di kisaran Rp 300 ribu hingga Rp 1,3 juta, tergantung negosiasi antara joki dengan pelanggannya. Mirisnya, kesemua uang yang diperoleh dikuasai oleh YY. Artinya, para korban tidak pernah menerima hasil kerjanya.

"Tersangka YY selalu berdalih bahwa para korban masih mempunyai hutang kepada tersangka YY untuk biaya akomodasi dari Sumsel ke Surabaya, dan biaya hidup sehari-hari," ucapnya.

Sementara itu, lanjut Hendro, anak buah YY yang bertindak sebagai admin atau joki memperoleh komisi mulai dari Rp 75 ribu sampai dengan Rp 450 ribu. Tergantung besaran uang yang dibayarkan pria hidung belang pengguna jasa korban.

Hendro menambahkan, dalam kasus ini pihaknya telah menetapkan tujuh orang tersangka. Yakni YY sebagai muncikari utama dan para admin atau joki dengan inisial RS, AM, SS, RI, AS dan satu lagi anak laki-laki di bawah umur.

Atas perbuatannya, para tersangka terancam Pasal 2 dan Pasal 17 UU No 21 tahun 2007 tentang TPPO dan atau Pasal 88 dan Pasal 80 UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan atau pasal 296 KUHP.

"Adapun ancaman hukumannya minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun. Untuk pasal perlindungan anak ancaman hukumannya minimal 3 tahun maksimal hingga 10 tahun," kata Hendro. Adapun, keempat anak yang menjadi korban tengah menjalani rehabilitasi dan pembinaan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Provinsi Jawa Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement