Rabu 15 May 2024 05:56 WIB

Revisi UU MK yang Pernah Dicurigai untuk Lengserkan Hakim Tertentu Segera Disahkan DPR

Revisi UU MK pernah ditolak kala Menko Polhukam masih dijabat oleh Mahfud MD.

Ketua MK  Suhartoyo (kanan) dan Hakim MK Saldi Isra (kiri) menunjukan peta pembagian bansos yang di lakukan presiden saat sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.
Foto:

Diketahui pada akhir 2023, revisi UU MK sempat mendapat penolakan dari pemerintah saat Menko Polhukam masih dijabat Mahfud MD. Mahfud MD saat itu menegaskan, pemerintah masih keberatan dengan revisi UU terkait ketentuan peralihan hakim MK.

Mahfud merujuk keberatannya dengan putusan MK terbaru. MK baru saja memutuskan menolak perkara nomor 81/PUU-XXI/2023 pengujian materiil Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 (UU MK) tentang syarat usia minimal hakim MK minimal 55 tahun. Dalam putusannya, MK menegaskan perubahan yang terjadi dalam revisi UU tak merugikan subjek dari revisi itu. 

"Sekarang sudah ada putusan MK bertanggal 29 November 2023 itu menyatakan dalam hal terjadi perubahan UU tidak boleh merugikan subjek yang menjadi adresat dari substansi perubahan undang-undang tersebut, sehingga saya dan Menkumham ini menyatakan itu belum selesai di tahap 1," kata Mahfud dalam konferensi pers pada Senin (4/12/2023).

Mahfud meminta revisi UU MK disesuaikan dengan pedoman universal tentang hukum transisional. Semangat hukum transisional agar suatu aturan berlaku di tahun berikutnya guna mencegah penyalahgunaan hukum. 

"Saudara naik gaji pun kalau pejabat menaikan gaji itu kalau yang menandatangani kenaikan gaji itu pejabat yang bersangkutan dapat bagian, itu berlaku tahun berikutnya, periode berikutnya, bukan langsung berlaku begitu. Apalagi kalau orang dirugikan. Itu dalil di dalam hukum transisional," ujar Mahfud. 

Oleh karena itu, Mahfud menegaskan pemerintah masih belum sreg dengan formulasi revisi UU MK yang disodorkan DPR RI. Keberatan dari pihak pemerintah itu, lanjut Mahfud, sudah disampaikan ke parlemen. 

"Sampai sekarang ya saya sampaikan bahwa belum ada keputusan permusyawaratan di tingkat satu sehingga belum bisa, kan kita belum tanda tangan. Saya merasa belum tanda tangan, Pak Yasonna merasa belum tanda tangan. Jadi ya saya sampaikan ke DPR. Itu saja dari saya," ucap Mahfud. 

Merespons Mahfud saat itu, sebanyak sembilan fraksi sepakat menunda pengesahan revisi UU MK. "Sembilan fraksi sudah menyatakan persetujuannya, untuk belum membahasnya pada Paripurna hari ini. Karena memang perlu ada persamaan sikap dan persamaan persepsi, dari kedua belah pihak untuk bisa menyamakan hal tersebut," kata Puan.

Penundaan pembahasan untuk mencari persamaan sikap dan persepsi terkait substansi payung hukum tersebut antara pemerintah dan DPR. Puan melanjutkan, penundaan itu untuk menjaga kondusivitas Pemilu 2024.

"Daripada kemudian nanti membuat kisruh suasana dan menjadi tidak kondusif, DPR menyepakati untuk ditunda terlebih dahulu," kata Puan menegaskan.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement