Senin 29 Apr 2024 12:58 WIB

Ada 1,4 Juta Juta Peluang Kerja di Luar Negeri, PMI Hanya 240 Ribu Orang

BP2MI mencatat, hanya 16 persen PMI yang memenuhi syarat bisa bekerja di luar negeri.

Rapat pimpinan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Foto: Republika.co.id
Rapat pimpinan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani berniat melakukan revolusi ketenagakerjaan pekerja migran Indonesia (PMI). Dalam acara rapat pimpinan (rapim) Benny menyoroti khusus rapim sebelumnya yang membahas pelindungan PMI.

"Kita harus mendalami pertanyaan Presiden Jokowi pada 3 Agustus 2023, bahwa jomplang-nya peluang kerja, atau job order, dengan penempatan pekerja migran Indonesia, harus dicarikan jawabannya," ucap Benny dalam siaran pers di Jakarta, Senin (29/4/2024).

Mengacu data di Pusat Data dan Informasi BP2MI, Benny merujuk pada 2021, terdapat peluang kerja sebanyak 500 ribu lebih di luar negeri. Sedangkan penempatan PMI hanya sekitar 72 ribu orang.

Kemudian, di tahun berikutnya, terdapat 1,3 juta peluang kerja di luar negeri dengan penempatan PMI sebanyak 200 ribu orang. Sedangkan pada 2023, terdapat 1,4 juta peluang kerja dengan penempatan PMI hanya 240 ribu orang.

"Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa PMI-nya dapat memenuhi persyaratan bekerja di luar negeri sebanyak 16 persen dari total peluang kerja di luar negeri. Ketimpangan tersebut menjadi pertanyaan Presiden Jokowi. Apa yang menyebabkan pekerjaan luar negeri tidak dapat diraih?" ujar Benny.

Dia heran dengan fakta itu lantaran banyak masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri. Benny menjelaskan tentang diagram revolusi ketenagakerjaan PMI. Menurut dia, para pemangku kepentingan yang terdiri lembaga negara dan kementerian harus konsisten.

Begitu pula perusahaan penempatan PMI (P3MI), lembaga pelatihan kerja (LPK), dan lembaga pendidikan. Benny menyebut, ketiganya sebagai golden-triangle revolusi ketenagakerjaan.

"Tiga pihak yang harus berkolaborasi secara solid, di antaranya negara, P3MI atau LPK, dan lembaga pendidikan,akan kita dalami batas kewenangan mereka. Kemudian rumuskan, apa sikap BP2MI untuk meningkatkan tata kelola yang masih terkendala. Misalnya, apakah pendidikan vokasi perlu diwajibkan?" ujarnya.

Benny juga mendorong agar dilakukan focus group discussion (FGD) yang mengkaji tentang skema pemerintah ke pemerintah (G to G) yang sedang aktif pada saat ini. Evaluasi pembebasan biaya penempatan dan program magang di luar negeri harus dilakukan.

"Saya berharap segera dilakukan FGD terkait hal ini. Paling tidak, jika berbagai kendala tersebut masih belum mendapatkan titik temu dan penyelesaian, sejarah akan mendokumentasikan apa saja perjuangan yang dilakukan BP2MI selama ini," kata Benny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement