Sabtu 24 May 2025 16:45 WIB

Keluarga Pahlawan: Buku Sejarah Baru jangan Tutupi Penculikan Mahasiswa

Pemerintah tengah menggodok buku kurikulum sejarah yang terbaru.

Foto dari korban pelanggaran HAM dipajang saat Aksi Kamisan ke-815 di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Foto dari korban pelanggaran HAM dipajang saat Aksi Kamisan ke-815 di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (16/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Ketua Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) Jawa Tengah (Jateng) Haryo Goeritno (67 tahun) mengatakan, sejarah tentang pembunuhan dan penculikan mahasiswa menjelang Reformasi 1998 perlu dicantumkan dalam proyek penulisan ulang sejarah Tanah Air yang digagas Kementerian Kebudayaan. 

Haryo mengungkapkan, Reformasi 1998 adalah peristiwa monumental dalam sejarah kontemporer Indonesia. Saat itu kelompok mahasiswa turun ke jalan dan menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto yang telah memerintah selama 32 tahun. “Mahasiswa bergerak karena merasa tidak adil pemerintah waktu itu, otoriter, dan sebagainya. Itu yang menjadikan mahasiswa bergerak,” kata putra dari Pahlawan Revolusi Kolonel (Anumerta) Sugiyono ketika diwawancara di Kota Semarang, Sabtu (24/5/2025).

Baca Juga

 “Tapi kenapa kok yang sejarah Trisakti, pembunuhan mahasiswa, kok hilang? Seharusnya ada, sehingga kita tahu, ‘Oh begitu sejarahnya’,” tambah Haryo.

Pada 1998, Haryo tengah berkuliah magister di Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun dia tidak bergabung dalam gerakan mahasiswa yang menghendaki pelengseran Soeharto. “Mau tidak mau, saya sebagai anak pahlawan selalu diawasi. Jadi kalau ada apa-apa, dari TNI pasti akan memberi tahu ibu, kemudian ibu akan mengatakan kepada anak-anaknya, ‘Wes ra usah neng kampus (sudah tidak usah ke kampus)’,” ucapnya.

Haryo juga selalu dinasihati ibunya agar tidak mencoreng nama keluarga. Hal itu pula yang menjadi alasan Haryo tidak bergabung dalam gerakan mahasiswa atau organisasi apapun yang menghendaki pelengseran Soeharto pada 1998. “Tapi saya selalu mengikuti perkembangan di media massa,” ujarnya.

photo
Ketua Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) Jawa Tengah, Haryo Goeritno. Haryo juga merupakan anak ketiga dari Pahlawan Revolusi Kolonel (Anumerta) Sugiyono. - ( Kamran Dikarma/Republika)

Kendati demikian, Haryo mengaku turut mengalami momen ketika tentara memasuki kampus UGM dan melepaskan tembakan pada Mei 1998. “Kita tiarap semua. Setelah itu kita dikumpulkan di satu aula, terus dikasih ceramah. Terus tahu-tahu diserbu tentara, mlayu (berlari) semua, bubar,” ucapnya.

Menurutnya, pro-kontra pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto juga tidak bisa dilepaskan dari peristiwa 1998. "Yang masih kontra itu kan dari keluarga-keluarga yang pada masanya Pak Harto itu hilang. Banyak yang hilang toh mahasiswa-mahasiswa. Itu yang agak keberatan," katanya. 

Haryo menilai, gerakan mahasiswa pada 1998, termasuk peristiwa pembunuhan dan penculikan mahasiswa kala itu, harus tercantum dalam proyek penulisan ulang sejarah Tanah Air yang diinisiasi Kementerian Kebudayaan. “Kadang-kadang sejarah kan ada yang disembunyikan. Mungkin untuk menjaga stabilitas nasional gitu ya,” ujar Haryo.

Dia mengungkapkan, secara umum IKPNI tidak dilibatkan dalam proyek penulisan ulang sejarah Tanah Air. Haryo mengaku turut mengikuti pro-kontra proyek tersebut. “Ada yang mengatakan, itu kan politis saja, untuk kepentingan-kepentingan pribadi seseorang. Nah yang kontra, menurut saya, mempertanyakan apa (sejarah) yang sebelumnya salah? Makanya kepingin diluruskan. Kalau mau diluruskan, tunjukkan dulu apa yang tidak benar. Kalau sudah ditunjukkan ‘Ini yang tidak benar’, oke silakan luruskan,” ucap Haryo.

Menurut Haryo, penulisan ulang sejarah Tanah Air juga dapat melibatkan sejarawan-sejarawan luar negeri yang memiliki perhatian khusus pada Indonesia. “Mungkin dari sana juga perlu digali. Seharusnya juga perlu diwawancarai, digali, dan sebagainya. Karena dia pihak luar, independen,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement