REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menyentil polisi terkait sejumlah penangkapan terhadap mahasiswa di berbagai kampus se-Indonesia. Penangkapan ini juga kerap terkait bentrokan aparat dengan mahasiswa dari Jakarta hingga Papua.
Direktur Riset dan Publikasi Pusham UII Despan Heryansyah mengamati situasi demo tidak dapat dilihat dari 1 kacamata. Sebab kadang ada banyak hal yang tidak terkendali membuat suasana menjadi sulit dikontrol. Bahkan menurut Despan ada saja penyusup yang memancing kerusuhan dapat terjadi.
"Kadang-kadang itu (pemancing kerusuhan) juga dilakukan oleh oknum aparat. Jadi harus ada penggalian fakta yang berimbang dan fair, tidak hanya menyalahkan mahasiswa yang dicap melakukan 'kerusuhan'," kata Despan kepada Republika, Jumat (23/5/2025).
Despan menganalisa ada pula situasi dimana tuntutan mahasiswa yang sudah marah dengan keadaan namun tidak ditemui oleh pejabat setempat sehingga kerap memancing emosi mahasiswa. Kemudian, Despan menekankan payung dari semua ini ialah kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh undang-undang.
"Jadi titik berangkatnya harus dari sana. Kalau betul terjadi pengrusakan, tentu tidak bisa dibiarkan tapi bukan berarti dapat ditangkap begitu saja. Maksudnya jika begitu cara negara memperlakukan orang yang menyampaikan pendapat dan ekspresinya sama artinya dengan negara melarang mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya. Padahal kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Kalau mau dilarang, ubah dulu konstitusinya," ujar Despan.
Despan juga meminta polisi menghentikan cara-cara represif yang mengedepankan penangkapan dan penghukuman. Despan mengingatkan arah pembangunan sekarang adalah polisi sipil yaitu menguatkan dan mendekatkan polisi dengan ruang-ruang hidup warga agar muncul hubungan mutualisme.
"Kalau cara seperti ini yang digunakan, berati kita sedang menuju titik balik menjauhkan polisi dari masyarakat," ujar Despan.
Dalam catatan Republika, bulan ini diawali penangkapan terkait aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di depan Kantor Gubernur dan Gedung DPRD Jawa Tengah (Jateng) pada Kamis (1/5/2025) lalu. Polrestabes Semarang menetapkan enam mahasiswa sebagai tersangka dalam kerusuhan yang terjadi.
Sementara pada 6 Mei, seorang mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) ITB berinisial SSS ditangkap oleh Bareskrim Polri, terkait unggahan meme di media sosial. Meme yang diduga tersebar di media sosial terkait presiden Prabowo Subianto dan eks Presiden Joko Widodo saling berciuman. Kepolisian kemudian memberikan penangguhan penahanan terhadap SSS setelah yang bersangkutan ditangkap.
Pada 13 Mei 2025 Polrestabes Semarang menangkap dua mahasiswa Undip, yakni MRS dan RSB, karena dituduh terlibat aksi penyekapan seorang personel polisi pascakerusuhan dalam peringatan May Day pada 1 Mei 2025. Keduanya dibekuk di wilayah Tembalang, Kota Semarang.
Pada 21 Mei lalu, sebanyak 93 orang mahasiswa Universitas Trisakti yang melakukan aksi di Balai Kota Jakarta ditangkap aparat kepolisian. Puluhan mahasiswa itu masih menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Di Jayapura, aksi puluhan mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura yang menuntut penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan biaya semester pada Kamis, 22 Mei 2025, ditingkahi kebrutalan aparat.