Jumat 12 Apr 2024 17:17 WIB

Polemik HAM Di Papua, Ketum PPPAD : Cara Pandang BEM UI Salah

TNI menangani konflik di Papua secara persuasif.

Ilustrasi prajurit TNI.
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
Ilustrasi prajurit TNI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa saat lalu terjadi polemik di dunia maya antara BEM UI dengan prajurit anggota TNI. Pihak BEM UI diwakili Ketuanya Verrel Uziel, meminta kepada pemerintah untuk menghentikan pelanggaran HAM di Papua dan menyelesaikan akar permasalahan disana. Pernyataan ini dijawab oleh akun medsos milik anggota prajurit TNI yang menyatakan sebaiknya BEM UI melakukan KKN di Papua.

Menanggapi hal tersebut, Ketum Persatuan Putra Putri Angkatan Darat (PPPAD) Isfan Fajar Satrio menyampaikan isu keamanan Papua selalu bersifat sensitif dan kompleks. Karena tidak hanya terkait dengan aspek internal dalam negeri Indonesia, tapi juga eksternal dunia Internasional. Oleh karena itu, Isfan meminta BEM tidak hanya menggunakan kacamata HAM secara sempit dalam melihat permasalahan keamanan Papua, tetapi juga cara pandang yang lebih luas yakni kedaulatan NKRI. 

Baca Juga

Setiap negara di dunia ini punya kedaulatan nya masing-masing, tidak terkecuali Indonesia. Kedaulatan tersebut harus dijaga dari gangguan yang berasal dari dalam ataupun luar negeri.

Ini diakui oleh dunia Internasional. Separatisme sebagai bentuk gangguan kedaulatan dari dalam negeri, harus diselesaikan lewat cara damai atau operasi militer. Di beberapa negara, separatisme diperangi lewat cara militer.  

Namun Indonesia lebih memilih jalan persuasif melalui operasi teritorial yang bersifat humanis. Dengan memisahkan antara warga sipil dan kelompok separatis, lalu kemudian menjaga serta melindungi para warga sipil tersebut. "Sedangkan kelompok separatis diajak untuk kembali ke pangkuan ibu Pertiwi. Dan yang tidak mau bergabung serta melakukan perlawanan bersenjata tentu harus dihadapi oleh TNI", ujar Isfan.

"Karena nya kedaulatan NKRI menjadi payung besar dari kedaulatan HAM dari seluruh warga nya, tak terkecuali warga Papua. Kehadiran TNI di Papua untuk berhadapan dengan kelompok separatis justru untuk menegakkan HAM warga di sana, dari serangan separatis. Jangan sampai BEM UI melihat secara terbalik, dimana HAM yang harus dilindungi justru di sisi kelompok separatis dan bukan warga Papua. Salah kamar itu namanya. Karena itu seperti membela musuh negara", lanjut Isfan.

Sudah menjadi tugas TNI untuk menyelamatkan warga dari serangan teror kelompok separatis. Mereka menjalankan amanat Undang-Undang  No 34 Tahun 2004 Tentang TNI, pasal 6 ayat (1). Sedangkan konflik perang antara TNI dan Separatis, diatur dalam hukum humaniter. Termasuk pelanggaran HAM di dalamnya. TNI bisa dikatakan melanggar HAM, apabila dalam konflik dgn kelompok separatis melanggar hukum humaniter.

"Jangan kemudian BEM UI malah membela HAM nya kelompok separatis, dan malah abai terhadap pembelaan HAM dari warga Papua yang selama ini menjadi korban teror dan intimidasi dari kelompok tersebut", tutup Isfan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement