REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hukum Prabowo-Gibran menanggapi enteng keterangan para ahli dan saksi yang memberikan kesaksian di persidangan gugatan sengketa Pemilu pada Senin (1/4/2024). Keterangan ahli dan saksi dari Tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 'AMIN' dianggap tidak relevan untuk menjadi bukti dugaan kecurangan Pemilu 2024.
"Dari semua saksi dan ahli yang dihadirkan di sini sudah kami simak baik-baik, kami juga sudah ajukan pertanyaan yang cukup tajam kepada mereka, jadi pada prinsipnya bukan sesuatu yang luar biasa dari keterangan saksi dan ahli," kata Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran Yusril Ihza Mahendra saat konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Menurut pandangan Yusril, keterangan ahli dan saksi yang dihadirkan oleh Tim AMIN tidak memiliki arti yang bermakna. Sehingga pihaknya santai saja menanggapi hal tersebut.
"Intinya, menurut kami, saksi dan ahli yang dihadirkan itu tidak menerangkan apa apa. Hanya ngomong saja, dan tidak begitu relevan untuk dijadikan bukti di sebuah persidangan," ujar dia.
Lebih lanjut, Yusril bahkan menganggap bahwa keterangan ahli dan saksi dari tim AMIN menggambarkan bahwa pemohon akan kalah dalam gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ini. "Oleh karena itu, kami berkeyakinan, dari pernyataan-pernyataan itu MK akan menolak (permohonan atau petitum tim AMIN)," kata dia optimistis.
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum lainnya, Hotman Paris bahkan menganggap keterangan ahli dan saksi di persidangan tersebut lucu. Beberapa kali, Hotman juga melemparkan tawa.
"Sepertinya mereka sangat kacau balau dalam membuat settingan," tuturnya.
Hotman mencontohkan hal lucu dan kacau yang dimaksud diantaranya Peraturan KPU (PKPU) mengenai batas usia minimal 40 tahun yang kerap disampaikan tim AMIN jadi dalil pelanggaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Hotman, putusan MK Nomor 90 soal batasan usia yang diubah dengan narasi boleh mencalonkan diri sebagai capres/cawapres jika pernah menjadi kepala daerah, cukup menjadi dasar hukum, tanpa perlu mengubah PKPU.
"Yang kedua yang paling lucu bikin saya ketawa adalah ada ahli mengatakan bahwa Jokowi melanggar Undang-Undang korupsi, bansos, melanggar UU APBN, pertanyaannya bagaimana mungkin MK memutus mengabulkan permohonan mereka dengan mengatakan Jokowi melanggar Undang-Undang Tipikor dan melanggar UU APBN, sedangkan Jokowi dan menterinya bukan pihak dalam perkara ini," jelasnya.
"Dan MK tidak punya kapasitas untuk menentukan apakah ada korupsi atau tidak, makanya saya bilang tadi, saya ketawa," lanjutnya sambil tertawa.