REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi undang-undang. Kendati sudah disahkan, terdapat usulan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menjadikan Jakarta sebagai ibu kota legislasi.
RUU DKJ dijelaskannya menjadi payung hukum yang mengatur kekhususan Jakarta. Terutama setelah status ibu kota negara dicabut melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Ditanya, apakah ke depan DPR akan kembali membuka peluang untuk merevisi UU DKJ demi memasukkan aturan Jakarta menjadi ibu kota legislasi? Puan menjawab bahwa pihaknya akan terlebih dahulu melihat pengaplikasan UU DKJ tersebut.
"Kita lihat nanti, untuk merevisi kan bukannya tiba-tiba akan ada revisi, tapi untuk kemudian undang-undang ini bisa berjalan juga perlu waktu. Jadi kita lihat dulu nanti bagaimana," ujar Puan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi tiba-tiba mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta menjadi ibu kota parlemen atau legislatif. Hal tersebut diusulkan masuk RUU DKJ yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah.
Ia menjelaskan, ibu kota parlemen dapat menjadi salah satu kekhususan Jakarta yang diatur dalam RUU DKJ. Apalagi saat ini penyelesaian pembangunan Ibu Kota Nusantara masihlah belum pasti, termasuk Gedung DPR di sana.
"Di Jakarta ini kita juga mengatur tentang kekhususan dan Jakarta masih ada kaitannya dengan IKN. Saya sempat berpikir begini tadi, kalau sekalian dibikin kekhususan bisa nggak? misalkan di DKJ itu termasuk juga kekhususan menjadi ibu kota legislasi, parlemen," ujar Baidowi dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU DKJ, Senin (18/3/2024).
Ia menjelaskan bahwa Gedung DPR dan aktivitas lembaga legislatif itu di IKN tetaplah ada. Namun, pusat kegiatan DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran tetap ada di Jakarta.
"Begitu usulan ya dari, ndak dalam hal-hal tertentu artinya apa? aktivitas parlemen bisa juga di IKN, tapi pusat kegiatannya ada di DKJ, kita lempar itu," ujar Baidowi.