Senin 18 Mar 2024 06:27 WIB

Proposal 'Realistis' Gencatan Senjata yang Disebut Hamas tak Pantas Ditolak Israel

Hamas telah mengajukan usulan kesepakatan gencatan senjata melalui mediator di Doha.

Seorang warga Palestina mendorong gerobak melewati puing-puing rumah yang hancur setelah operasi militer Israel di kota Khan Younis, Selatan Jalur Gaza.
Foto:

Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas pada 7 Oktober yang dipimpin oleh Hamas dan menewaskan 1.163 orang. Sementara itu, lebih dari 31.500 warga Palestina yang sebagian besar perempuan dan anak-anak tewas di Gaza. Lalu sebanyak 73.546 orang lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

PBB mencatat bahwa perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan sebagian besar makanan, air bersih dan obat-obatan. Sementara sebanyak 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida dan menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

Kanselir Jerman Olaf Scholz mendesak Israel untuk mengizinkan akses kemanusiaan dalam skala yang lebih besar ke Gaza. Pernyataan ini disampaikan menjelang kunjungan dua hari ke Timur Tengah.

Scholz dijadwalkan berkunjung ke Aqaba, pelabuhan Yordania di Laut Merah dan bertemu Raja Yordania Abdullah pada Ahad (17/3/2024). Sebelum terbang ke Israel untuk bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

"Saat ini diperlukan bantuan dalam skala yang lebih besar tiba di Gaza. Itu juga akan menjadi topik yang akan saya bahas," kata Scholz pada wartawan, Sabtu (16/3/2024).

Ia juga menyuarakan kekhawatiran mengenai rencana Israel menyerang Rafah, kota paling selatan Jalur Gaza yang kini menampung lebih dari 1 juta dari 2,3 juta populasi kantong pemukiman itu.

"Terdapat bahaya serangan komprehensif di Rafah akan mengakibatkan banyak korban sipil yang mengerikan, yang harus dilarang keras," tambahnya.

Pekan lalu, Benjamin Netanyahu mengatakan Israel akan melanjutkan operasi militer ke Rafah, selatan Gaza, meski tekanan internasional untuk tidak melanjutkan rencana tersebut semakin menguat. Semakin banyak suara yang ikut menyerukan agar Israel tidak memasuki Rafah, salah satu daerah terakhir yang relatif aman, tempat 1,5 juta orang mencari perlindungan.

"Kami akan menyelesaikan pekerjaan di Rafah sambil membiarkan populasi warga sipil keluar tanpa terluka," kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan melalui video di kegiatan organisasi pro-Israel, AIPAC di Washington, Amerika Serikat pada Selasa (12/3/2023).

photo
Rupa-Rupa Dampak Boikot Israel - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement