REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminolog Haniva Hasna mengungkapkan sejumlah sebab orang tua rela membunuh anaknya. Tapi, kata dia, pada intinya pasti ada masalah berat yang tengah dialami oleh keluarga hingga melakukan aksi bunuh diri bersama.
“Apapun itu, yang jelas ada masalah berat yang sedang dialami oleh keluarga tersebut hingga melakukan aksi bunuh diri bersama,” kata Haniva kepada Republika, Ahad (10/3/2024).
Dia mengatakan, ada beberapa sebab orang tua tega membunuh anaknya. Pertama terkait dengan altruistik, yakni tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
“Yaitu orang tua yang membunuh anak karena cinta yang sangat besar, orang tua tidak rela anaknya menderita, baik karena kondisi cacat, kemiskinan atau permasalahan hidup,” jelas Haniva.
Sebab lainnya adalah acutely psychotic. Dia menejelaskan, itu adalah kondisi di mana orang tua mengalami gangguan jiwa, dengan gejala berupa delusi, halusinasi, bahkan bisikan dari Tuhan untuk membunuh anaknya.
Dia melihat korban bunuh diri di Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, sudah melakukan perencanaan matang dengan tingkat keikhlasan yang tinggi. Hal itu terlihat dari apa yang korban lakukan sebelum melakukan aksi bunuh diri, yakni melakukan salam perpisahan dengan keluarganya.
“Tampaknya sudah dilakukan perencanaan yang matang dengan level keikhlasan yang tinggi hingga sempat melakukan salam perpisahan sebelum melakukan aksi bunuh diri,” ucap Haniva.
Dia mengatakan, tindakan bunuh diri yang para korban lakukan dianggap sebagi bentuk kekompakan dalam menghadapi masalah yang sangat besar sehingga harus dipikul bersama. Mereka sudah mengukur sumber daya atau kekuatan diri hingga risiko dari aksinya.
“Tujuan melompat adalah mengakhiri hidup yang mungkin sebagai pilihan akhir dari berbagai pilihan lain seperti minum racun, tidak makan selama sekian hari, menabrakkan diri menggunakan kendaraan, berdiam diri dalam ruangan berasap karena kebakaran, dan lain-lain,” jelas dia.