REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PDIP, PKB, dan PKS sepakat mengusulkan hak angket. Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima saat menginterupsi Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024. berharap, DPR dapat benar-benar melakukan fungsi pengawasannya lewat pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket.
Hak angket tersebut bertujuan untuk menyelidiki indikasi kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024. "Untuk itu kami berharap pimpinan menyikapi hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi atau interpelasi atau angket. Ataupun apapun supaya pemilu ke depan, kualitas pemilu ke depan itu harus ada hak-hak yang dilakukan dengan koreksi," ujar Aria Bima dalam rapat paripurna, Selasa (5/3/2024).
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Termasuk hal-hal yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan pansus hak angket harus berdasarkan urgensi dan memenuhi syarat. Syarat penggunaan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Dalam Pasal 199 Ayat 1 berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 Ayat 1 huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi".
"Kita mengoptimalkan pengawasan kita sebagai anggota legislatif yang tidak ada taringnya, yang tidak ada marwahnya dalam pelaksanaan pemilu hari ini," ujar Aria Bima.
"Walaupun tanda-tandanya sudah keliatan sejak awal," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR itu melanjutkan.
Anggota DPR Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah dalam interupsinya menegaskan, pemilu harus berdasar pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan etika yang tinggi. Jangan sampai ada upaya mobilisasi aparat negara untuk memenangkan satu pihak tertentu.
"Tidak ada boleh satupun pihak-pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara, untuk memenangkan salah satu pihak. Walaupun mungkin itu ada hubungan dengan anak saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain," ujar Luluk dalam Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (5/3/2024).
"Pemilu tidak bisa dipandang hanya dalam konteks hasil. Lebih dari itu, konteks proses harus juga menjadi cerminan kita semua untuk melihat apakah pemilu telah dilangsungkan secara jujur dan adil," katanya menambahkan.
Kendati demikian, Pemilu 2024 justru tercoreng dengan adanya dugaan intimidasi, politisasi bantuan sosial (bansos), pelanggaran etika, hingga intervensi kekuasaan. Ia melihat, Pemilu 2024 menjadi kontestasi yang brutal dan sangat menyakitkan.
Tercorengnya Pemilu 2024 juga telah disuarakan oleh akademisi, tokoh agama, mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat. Mereka menyatakan, etika dan moral politik berada di titik minus dalam kontestasi nasional tahun ini.