REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, memprediksi hak angket Pemilu yang diwacanakan sejumlah partai di DPR RI tidak akan terealisasi. Ujang menyebut sudah banyak petinggi parpol, terutama Parpol yang kalah Pilpres tergiur dengan iming-iming kekuasaan dari kubu yang menang, Prabowo-Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sehingga dengan sendirinya, ia melihat hak angket 'layu sebelum berkembang'.
"Menjadi oposisi tidak akan menyenangkan bagi partai politik. Hal itu membuat hak angket akan sulit diwujudkan," kata Ujang, Senin (8/4/2024).
Ujang melihat menguapkan isu hak angket sampai penutupan Masa Sidang IV Tahun 2023-2024 di DPR RI pada Kamis (4/4/2024) lalu bukanlah hal yang mengejutkan. Selain sulit, ia menyebut realisasi mewujudkan hak angket terkendala godaan kekuasaan.
"Bahwa sepinya interupsi kemarin dari PKS, PKB, dan Nasdem itu mengindikasikan, menandakan, simbolik bahwa hak angket itu sebagai bargaining position. Bahasa saya, dalam tanda petik, kepura-puraan politik," ucap Ujang.
Sejak awal setelah hari pencoblosan pada 14 Februari dan penetapan hasil Pemilu 2024 pada 20 Maret 2024, Ujang melihat masing-masing partai sudah memiliki skema dan kepentingan masing-masing untuk masa depan serta arah politik mereka."Saya meyakini PKB dan Nasdem bakal bergabung ke koalisi Prabowo-Gibran," ucap Ujang.
Menurut Ujang, salah satu faktor penghambat terealisasinya hak angket disebabkan banyak elite partai yang bermasalah dan tersandera. Selain itu, godaan kekuasaan disebutnya lebih menggiurkan ketimbang menjadi oposisi.