Senin 26 Feb 2024 16:32 WIB

Kemendikbud Ajak Masyarakat Jadikan Ruang Publik Jadi Titik Temu Aktivitas Budaya

Kemendikbudristek memiliki platform Indonesiana untuk membangun ekosistem kebudayaan.

Talkshow bertajuk Perluasan Ruang Publik: Menghidupi Ruang Publik Sebagai Titik Temu Ekosistem Kebudayaan di ARC:ID yang berlangsung di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Jumat (23/2/2024).
Foto: Kemendikbud
Talkshow bertajuk Perluasan Ruang Publik: Menghidupi Ruang Publik Sebagai Titik Temu Ekosistem Kebudayaan di ARC:ID yang berlangsung di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Jumat (23/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kemendikbudristek mengajak masyarakat memanfaatkan ruang publik di kota-kota Indonesia, seperti Jakarta. Ruang publik bisa berfungsi sebagai titik temu ekosistem kebudayaan.

Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kemendikbudristek, Restu Gunawan, mengatakan Kemendikbudristek memiliki platform Indonesiana untuk membangun ekosistem pembangunan kebudayaan. Platform Indonesiana dikatakan Restu, mendorong kolaborasi dan gotong royong bagi komunitas, pelaku budaya, dan pemerintah daerah untuk mengaktivasi ruang publik yang inklusif dan representatif sebagai ruang ekspresi kebudayaan.

"Keberadaan Platform Indonesiana juga bertujuan untuk menguatkan jejaring bagi para pelaku budaya dan pengelola ruang publik," kata dia dalam talkshow bertajuk Perluasan Ruang Publik: Menghidupi Ruang Publik Sebagai Titik Temu Ekosistem Kebudayaan di ARC:ID yang berlangsung di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Jumat (23/2/2024).

Dalam talkshow itu juga hadir tiga pembicara, Handoko Hendroyono CEO Filosofi Kopi dan M-Bloc Grup, Arif Yudi Jatiwangi Art Factory, dan Founder Spedagi Movement Singgih Kartono. Arif Yudi yang dikenal mampu mengubah pabrik genteng jadi ruang seni dan menjadi titik temu anak muda kreatif di Majalengka, Jawa Barat, mengungkapkan, selama 18 tahun Jatiwangi Art Factory (JAF) berdiri ruangnya sukses sebagai titik temu.

Saat ini dia mengaku JAF sudah sampai kepada tingkat Perda Kabupaten Majalengka sebagai kota terakota. Menurut dia, 30 persen bangunan harus terakota yang berbeda dengan material lain. "Sampai sekarang punya efek psikologi dan mengambil keputusan yang berbeda," katanya.

JAF punya festival setiap 3 tahun sekali termasuk festival Binaragawan yang punya kekuatan untuk mengangkat beban genteng. "Sekarang semua orang punya ide dan jaringan, sudah lari ke mana-mana para anggotanya JAF," ucap Arif.

Tidak hanya di Majalengka, ruang publik sebagai titik temu juga diciptakan Singgih Kartono. Dia memanfaatkan habitat bambu menjadi Pasar Papringan yang menjadi titik pertemuan masyarakat. 

Masyarakat menurut Singgih membutuhkan ruang baru dan Pasar Papringan menarik karena tempatnya ada di belakang rumah dan banyak kegiatan. Dia menyebut, Pasar Papringan cara baru menjaga habitat bambu dengan cara lain yang membuat orang lain bangga.

"Mimpi saya pasar papringan bisa menjadi tempat belajar bersama di luar sana. Dan penting bagi masyarakat lokal belajar ditemani masyarakat luar karena mereka kurang percaya diri. Pentingnya kedatangan orang luar bisa didengar," kata Singgih. Sementara Handoko Hendroyono CEO Filosofi kopi menyampaikan perlunya kehadiran ruang publik sebagai kawasan pemajuan kebudayaan. 

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyelenggarakan Talk Show bertema "Perluasan Ruang Publik: Menghidupi Ruang Publik Sebagai Titik Temu Ekosistem Kebudayaan”. Kegiatan ini bertujuan untuk membuka ruang dialog tentang Ruang Publik dalam Pemajuan Kebudayaan serta salah satu implementasi dari cipta kawasan pemajuan kebudayaan.

Pada dialog perdana, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, mengutarakan gagasannya terkait Cipta Kawasan Pemajuan Kebudayaan sebagai upaya optimalisasi kawasan.  “Yakni dengan menjadikan keragaman budaya sebagai instrumen pembangunan serta memantik replikasi pergerakan nasional melalui percakapan, gagasan, praktik baik dan terobosan inspiratif untuk pengembangan kota inklusif dan berkelanjutan di Indonesia,” ujarnya.

Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Restu Gunawan, menyampaikan, “Talkshow ini merupakan bagian dari program Platform Indonesiana. Platform Indonesiana memiliki azas gotong royong, partisipatif, penguatan lokal, keragaman, dan ketersambungan.”

Untuk membangun ekosistem pembangunan kebudayaan, Platform Indonesiana mendorong kolaborasi dan gotong royong bagi komunitas, pelaku budaya, dan pemerintah daerah untuk mengaktivasi ruang publik yang inklusif dan representatif sebagai ruang ekspresi kebudayaan. Keberadaan Platform Indonesiana juga bertujuan untuk menguatkan jejaring bagi para pelaku budaya dan pengelola ruang publik.

Talk show yang terlaksana merupakan kerja sama antara Kemendikbudristek dengan ARCH.ID serta Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), berada di tengah kegiatan yang juga sedang berlangsung yaitu Pameran Arsitektur Indonesia yang ke-4 dengan tema Placemaking: Tolerance.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement