REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengatakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) hanya alat bantu untuk transparansi penghitungan suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bagja menyebut data yang diunggah di Sirekap tidak akan dipakai dalam rekapitulasi manual.
"Sirekap itu penghitungannya tidak akan dipakai nanti untuk rekapitulasi manual. Yang rekapitulasi manual itu C 1 plano, itu yang paling penting," kata Bagja, di Kantor Bawaslu, Jumat (16/2/2024).
Bagja mendapatkan laporan bahwa saat ini publik banyak mengkritisi Sirekap yang kerap error dan terjadi kesalahan input. Bila publik ingin mengawal penghitungan suara di KPU, kata dia, sebaiknya mengawal rekapitulasi manual yang berjenjang. Mulai dari tingkat KPPS, Kecamatan, KPU Kabupaten, KPU Provinsi sampai KPU Pusat.
Karena persoalan sekarang, kata dia, lebih banyak yang terjadi secara manual. Misalkan kotak suara yang dibuang, surat suara yang hilang, tertukar sampai adanya surat suara yang dicoblos lebih dari satu orang.
Namun Bagja menilai keberadaan Sirekap sebenarnya juga dibutuhkan untuk menjadi alat bantu pengawasan. Bila publik mengkritik Sirekap, Bagja mempersilakan menyampaikan ke KPU. "KPU pasti terbuka kok dengan kritik dan masukan," ucap Bagja.
Dari sekian banyak persoalan pelaksanaan Pemilu 2024 ini, Bawaslu menyarankan KPU melakukan evaluasi. Supaya KPU dapat mengantisipasi sejak dini persoalan seperti pemilih tidak sesuai dengan yang terdata pada Daftar Pemilih Tetap (DPT). Karena hal itu kata dia mengakibatkan KPU kerepotan dalam melakukan input data.