REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang gelaran Pemilu 2024, kembali bergulir. Aktivis Petisi 100 sempat mewacanakan pemakzulan Presiden Jokowi ketika mereka bertemu Menko Polhukam Mahfud MD di kantornya, beberapa waktu lalu.
Namun, pemakzulan terhadap RI 1 tidak bisa dilakukan sembarangan orang. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, langkah pemakzulan menurut konstitusi hanya bisa dilakukan melalui DPR RI. Langkah itu bisa dilakukan DPR jika menilai Jokowi sudah melanggar hukum dan konstitusi.
"Seandainya DPR mau menggunakan hak menyatakan pendapat, interpelasi, atau minimal hak angketnya, proses impeachment kepada presiden bisa dilakukan," ujar dalam Focus Group Discussion (FGD): Cawe-Cawe Presiden Jokowi, Melanggar Hukum dan Konstitusi UUD 45?" di Jakarta Pusat, Kamis (1/4/2024).
Bvitri yang mengaku bukan tim sukses paslon 01, 02, atau 03, sudah melihat jelas pelanggaran dan sudah melaporkannya juga. "Tapi kami kelelahan bukan karena argumentasi hukum tapi berdebat di soal-soal yang tak harus dipersoalkan," cetus dia.
Menurut Bvitri, bagi seorang presiden perbuatan tercela adalah menyalahgunakan wewenangnya. "Presiden melanggar atau tidak, kita tak bisa melakukan pemakzulan, DPR yang bisa. Kita di sini semua gak bisa, ayo DPR berfungsi dong," jelasnya.
Pakar hukum tata negara lainnya Zainal Arifin Mochtar menyatakan, Presiden Jokowi belakangan ini, disorot lantaran kasus paman Usman di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga pembagian bansos. Belum lagi, Jokowi bicara politik dengan latar belakang atribut TNI di Lanud Halim Perdanakusuma ketika menyerahkan pesawat Hercules didampingi Menhan Prabowo Subianto.
Menurut dia, Jokowi bisa sampai gigantis seperti saat ini, karena semua pihak tidak melakukan pengawasan yang ketat. Uceng, sapaan akrabnya, menyebut, DPR selama ini tidak menjalankan fungsinya dengan benar hingga presiden memiliki kekuasaan yang sangat kuat dan mengarah pada orotitarian.
Sayangnya, ia heran, mengapa DPR seolah tidak melakukan pengawasan dengan benar. Boro-boro bicara pemakzulan. Uceng heran, DPR tidak mengajukan hak angket yang hanya membutuhkan 25 anggota dari dua fraksi saja. Hak angket saja tidak mampu, apalagi bicara pemakzulan.
"Konstitusi memungkinkan DPR sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengusulkan pemberhentian presiden kepada MPR. Secara teknis usulannya adalah dua pertiga dari anggota DPR dan disetujui oleh dua pertiga anggota yang hadir," ucap guru besar hukum UGM tersebut.
Hanya saja, selama ini Ucenk melihat adanya ketidakmapuan atau ketidakmauan dari partai politik yang ada DPR untuk melakukannya. Menurut dia, sebenarnya jika pasangan nomor 1 dan 3 bergabung maka sudah 50 persen lebih suara kursi Parlemen. Namun, sayangnya partai di Senayan tidak serius melakukan hal itu.
Adapun pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI), Johan O Silalahi, menilai, Presiden Jokowi memang sudah melakukan beberapa pelanggaran. Sehingga, ia merasa Jokowi sudah sangat layak dimakzulkan. "Hanya prosesnya ada di tangan DPR, wewenangnya di DPR," ucapnya.