Rabu 31 Jan 2024 11:57 WIB

Ahli Kesehatan Luncurkan Buku Gaungkan Gerakan Hidup Sehat Bebas BPA 

BPA bisa berada dalam botol atau galon, botol susu bayi, piring, dan gelas plastik.

Para ahli kesehatan meluncurkan buku BPA Free: Perisai Keluarga dari Bahan Kimia Berbahaya.
Foto: Republika.co.id
Para ahli kesehatan meluncurkan buku BPA Free: Perisai Keluarga dari Bahan Kimia Berbahaya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah ahli kesehatan di Jakarta menyusun sebuah buku panduan untuk membantu masyarakat belajar mengenali dan lebih awas atas produk yang mengundung senyawa kimia Bisfenol A (BPA). Menurut para ahli, BPA pada kemasan pangan membawa risiko tersendiri pada kesehatan masyarakat dalam jangka panjang. 

Salah satu penulis buku BPA Free: Perisai Keluarga dari Bahan Kimia Berbahaya, Prof. Adang Bachtiar, menjelaskan, BPA kerap dipakai sebagai bahan baku pembuatan plastik keras dan resin epoksi. Umumnya ada tiga jenis produk yang mengandung BPA, yakni plastik polikarbonat, resin, dan kertas thermal.

"BPA bisa berada dalam (kandungan) botol air atau galon, botol susu bayi, piring dan gelas plastik, pelapis dalam kaleng makanan, sikat gigi, lensa kacamata, alat-alat kesehatan, dan masih banyak lagi," kata Adang dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (31/1/2024).

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) tersebut menjelaskan, banyak orang yang masih belum sadar kalau dalam kondisi tertentu, semisal terpapar panas dalam waktu yang lama, BPA pada kemasan pangan bisa luruh dan bermigrasi ke dalam makanan atau minuman. Bila sampai terkonsumsi dalam jumlah yang melampaui ambang batas aman, efeknya bisa berupa gangguan kesehatan yang serius. 

Dia mencontohkan banyak orang yang masih mengkonsumsi minuman dari kemasan kemasan polikarbonat yang kerap terpapar sinar matahari langsung. "Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat. Tapi ini menunjukkan lemahnya edukasi bahaya BPA dari tingkat hulu ke hilir, dari pemerintah hingga ke masyarakat," kata Adang dalam diskusi publik dan peluncuran buku di Jakarta Selatan, Sabtu (27/1/2024). 

Penulis lainnya, Dien Kurtanty menjelaskan, salah satu kunci meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko BPA pada kesehatan adalah adalah dengan penguatan regulasi. Menurut dia, kebijakan yang tegas dan terukur atas peredaran kemasan pangan berbahan plastik yang mengandung BPA harus segera diterapkan. 

"Sayangnya, dari penelusuran kami, belum ada regulasi yang mewajibkan produsen untuk melabelkan informasi ada atau tidaknya BPA pada kemasan produknya. Kita pun tidak tahu produk apa saja yang mengandung BPA atau bebas dari BPA," kata Dien. 

Ketua Policy Brief Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Agustina Puspitasari, menyampaikan, IDI sejak Agustus 2023 telah mengirimkan rekomendasi ke pemerintah maupun industri perihal pentingnya mencantumkan label dalam kemasan makanan dan minuman terkait ada atau tidaknya BPA. 

"IDI sudah memberikan rekomendasi ke pemerintah dan industri terkait urgensi pemberian label dalam kemasan makanan minuman, ada BPA atau tidak. Kami sendiri sangat mendukung lahirnya kebijakan pelabelan tersebut,"  tegasnya. 

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam menambahkan, BPA memiliki kemiripan dengan hormon estrogen yang dimiliki kaum wanita. Karena strukturnya yang mirip, sambung dia, jika terserap ke dalam tubuh akan berbahaya. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement