Kamis 25 Jan 2024 14:15 WIB

Permintaan Anies Agar Ahli Hukum Tata Negara Kaji Pernyataan Jokowi dan Opini Yusril

"Ini bukan persoalan benar atau salah. Tapi ini sesuai aturan hukum atau tidak."

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti kegiatan serah terima alutsista pesawat dari Pemerintah untuk TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024). Menhan menyerahkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebanyak lima unit pesawat C-130 J-30 Super Hercules dan delapan unit helikopter H225M untuk TNI AU, dan empat helikopter A5 550 Fennec untuk TNI AD, dan delapan unit helikopter Panther AS565 MBE untuk TNI AL.
Foto:

Pada hari ini, pihak Istana menjelaskan pernyataan Presiden Jokowi yang menyampaikan seorang Presiden bisa berkampanye dan memihak di Pilpres 2024. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, pernyataan Presiden untuk merespons pertanyaan awak media terkait menteri yang ikut menjadi tim sukses itu sudah banyak disalahartikan.

"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses," kata Ari dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).

Karena itu, Jokowi menjelaskan terkait aturan dalam berdemokrasi bagi menteri maupun presiden. Sebagaimana diatur dalam Pasal 281, Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

"Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," ujarnya.

Kendati demikian, jika ingin berkampanye, Presiden tidak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya. Namun hal ini dikecualikan dalam hal fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku.

"Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara," lanjutnya.

Dengan diizinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti aturan dalam UU. Menurut Ari, pernyataan Presiden tersebut bukan hal yang baru. Karena aturannya pun sudah diatur di UU Pemilu.

"Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. Demikian pula dengan praktek politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement