REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis peristiwa 15 Januari 1974 atau Malari, Hariman Siregar sepakat dengan wacana pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hariman menyindir Jokowi telah melawan demokrasi yang diperjuangkan dengan mengizinkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Hal tersebut disampaikan Hariman dalam peringatan 50 Tahun Peristiwa 15 Januari 1974 yang digelar oleh Indonesian Democracy Monitor (Indemo) di Jakarta pada Senin (15/1/2024). Indemo merupakan lembaga yang dibentuk oleh Hariman.
"Idenya semua orang setuju (pemakzulan Jokowi), mana mungkin kalau orang barat bilang, 'Lu sudah mencederai demokrasi kalau lu angkat anak lu melalui prosedur yang tadi disebut melalui hal-hal yang melanggar etik'," kata Hariman dalam kegiatan tersebut.
Hariman menegaskan keluarga Jokowi boleh saja mencalonkan diri dalam Pemilu. Hanya saja, Hariman mempersoalkan cara yang ditempuh anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Cawapres. Gibran memang resmi menjadi Cawapres setelah berubahnya ketentuan syarat usia Capres/Cawapres lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bukannya nggak boleh orang jadi (cawapres), tetapi jadi aturannya kan ada. Tetapi aturannya itu kan itu dicederai," ujar Hariman.
Hariman meragukan Presiden Jokowi bakal bersikap netral saat anaknya melenggang sebagai Cawapres. "Dan dia masih bilang netral nggak mungkin kan, nggak mungkin kalau kita netral anak yang bertanding," ujar Hariman.
Atas dasar itulah, Hariman memandang wacana pemakzulan pantas disuarakan masyarakat. Walau demikian, Hariman menyadari ada proses panjang untuk sampai ke tahap memakzulkan Jokowi.
"Jadi mesti mengundurkan diri karena mengundurkan diri keluarlah pikiran dia aja dimakzulkan begitu. Tetapi semua tahu nggak gampang makzulkan kan ini mesti disuarakan," ujar Hariman.