REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) sulit terjadi. Karena, pemegang kewenangannya ada di DPR dan MPR.
Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menetapkan alasan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Pemakzulan dapat diajukan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya.
"Setiap pemimpin kalau memegang teguh konstitusi, apalagi sumpah presiden itu kan akan menjalankan konstitusi dan undang-undang dengan selurus-lurusnya. Hal tersebut tidak akan terjadi tanpa pelanggaran konstitusi," ujar Hasto di Pos Bloc Jakarta, Jakarta, Ahad (14/1/2024).
Selanjutnya dalam Pasal 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden dapat diajukan DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Nantinya, MK diminta untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak.
"Pemakzulan itu kan syaratnya tidak mudah. Mengapa? karena presiden dipilih langsung oleh rakyat, sehingga ada syarat sistem, tetapi ketika presiden melanggar konstitusi maka muncul gerakan," ujar Hasto.
Meski pemakzulan sulit terjadi, PDIP tetap mengingatkan Jokowi untuk netral pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Apalagi putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang dapat maju sebagai calon presiden (cawapres) merupakan hasil putusan MK yang dikritik publik.
Ia berharap, Jokowi dapat menangkap pesan dari pihak-pihak yang membuat petisi pemakzulan tersebut. Agar aspirasi tersebut menjadi autokritik atau masukan untuk melakukan perbaikan terhadap diri Jokowi.
"Itu seharusnya menjadi autokritik, termasuk bagi presiden agar di akhir masa jabatannya beliau dapat menjalankan tugasnya. Agar pemilu berjalan dengan demokratis, dengan baik, agar rakyat bisa menyampaikan hak politiknya dengan bebas tanpa intimidasi," ujar Hasto.
"Inilah yang kemudian pergerakan civil society, karena seringkali majunya Mas Gibran dengan melakukan manipulasi konstitusi di tingkat implementasi, di lapangan menjadi sulit dibedakan kapan Pak Jokowi sebagai presiden, kapan sebagai ayah," sambungnya.
Sebelumnya, wacana pemakzulan Jokowi mencuat setelah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menerima kedatangan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100. Perwakilan Petisi 100 yang hadir adalah Marwan Batubara, Faizal Asegaf, Rahma Sarita, dan Letjen Mar (Purn) Suharto.
Kepada tamunya, Mahfud menjelaskan urusan pemakzulan bukan diproses oleh Kemenkopolhukam, melainkan di DPR. Menurutnya, ada lima syarat presiden bisa dimakzulkan.
"Ini semua tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach, impeach itu namanya pendakwaan, itu harus dilakukan minimal sepertiga anggota DPR dari 575, sepertiga berapa. Dari sepertiga ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari dua pertiga yang hadir harus dua pertiga setuju untuk pemakzulan," ucap Mahfud.