REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Public Virtue Research Institute (PVRI) menilai publik perlu selalu pasang mata terhadap investasi asing. PVRI menekankan agar investasi dari luar negeri tidak berubah menjadi bentuk baru penjajahan terhadap tanah air.
Tanggapan PVRI disampaikan menyangkut peringatan 50 Tahun Peristiwa 15 Januari 1974 atau Malari yang jatuh pada hari ini. Communication Officer PVRI Muhammad Naziful Haq menyampaikan peristiwa Malari menjadi penanda babak baru bagi Indonesia.
"Sejak saat itu rezim Soeharto mulai ketat dan tajam terhadap suara kritis baik itu dari mahasiswa, cendekiawan, media ataupun civil society," kata Naziful kepada Republika, Senin (15/1/2024).
Naziful menyebut ada satu hikmah dari Malari yang perlu diingat terus-menerus. Hal ini menyangkut investasi asing yang dapat berubah menjadi intervensi asing.
"Kita harus selalu pasang mata terhadap kebijakan pemerintah, terutama yang menyangkut investasi dan modal asing. Karena, jika mengingat malari, massa pada saat itu menilai kebijakan modal asing rezim Orde Baru memuluskan kelanjutan penjajahan asing," ujar Naziful.
Naziful juga menekankan pengawasan dan sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah tetap dibutuhkan sampai saat ini. Hal ini guna mencegah pengulangan terjadinya "persahabatan" antara otoriterisme militer dan bisnis yang ekspansif.
"Persahabatan ini jelas bukan sesuatu yang sehat untuk demokrasi kita. Sebab dengan begitu, tata kelola pemerintahan dan keadilan sosial rentan berubah: yang mulanya harus memprioritaskan rakyat, menjadi memprioritaskan kepentingan elite dan investasi," ujar Naziful.
Naziful mengingatkan agar peristiwa semacam Malari tak lagi terulang, mengingat jatuhnya korban jiwa. Namun semangat yang melatarbelakangi Malari-lah yang pantas diteruskan.
"Ini tentu bukan sesuatu yang indah untuk diulang. Era Orde Baru cukup jadi masa lalu dan jadi bahan pembelajaran saja," ujar Naziful.
Diketahui, aksi demonstrasi mahasiswa dalam peristiwa Malari berujung kerusuhan besar dengan menelan korban 11 orang tewas, 137 orang luka-luka, dan 750 orang ditangkap.
Penyebab peristiwa ini ialah kisruh investasi asing dan rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Indonesia yang menjadi pemantik peristiwa Malari.